WahanaNews.co | Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah memutuskan bahwa Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar melanggar etik. Karena hal tersebut, Partai Demokrat (PD) minta Lili Pintauli mengundurkan diri.
"Sebaiknya yang bersangkutan atas kemauan sendiri mengundurkan diri saja. Untuk menjaga nama baik institusi," kata Waketum Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, kepada wartawan, Senin (30/8/2021).
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
Dia mengatakan kesalahan Lili menjadi beban institusi. Menurutnya, pelanggaran yang dilakukan Lili sangat berat.
"Penilaian itu menjadi beban institusi dan beban moral yang bersangkutan. Sebaiknya tanpa disuruh oleh Dewas, sangat berat hukuman itu," ujarnya.
"Dan tentu saja menjadi lesson learned bagi pimpinan KPK yang lain," imbuhnya.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Dewas KPK sebelumnya menyatakan Wakil Ketua KPK Lili Pantauli Siregar melanggar kode etik dalam kasus Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial. Dewas menilai Lili melakukan kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak berperkara.
"Mengadili satu menyatakan terperiksa Lili Pintauli Siregar bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa menyalahgunakan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK yang diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b dan a, Petaturan Dewan Pengawas Nomor 2 tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat konferensi pers, Senin (30/8).
Tumpak menerangkan Lili juga disanksi berat berupa pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan.
"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan," ujarnya.
Urusan Penagihan Uang
M Syahrial saat aktif sebagai Wali Kota Tanjungbalai bertemu dengan Lili Pintauli Siregar sebagai Wakil Ketua KPK di pesawat dari Kualanamu ke Jakarta sekitar Februari-Maret 2020. Lantas, Lili menyampaikan ke Syahrial tentang saudaranya yang bernama Ruri Prihatini Lubis.
"Terperiksa (Lili Pintauli Siregar) menyampaikan kepada saksi M Syahrial ada saudaranya bernama saksi Ruri Prihatini Lubis yang pernah menjabat selaku Plt Direktur PDAM Tirta Kualo di Tanjungbalai yang belum dibayar uang jasa pengabdiannya oleh PDAM Tirta Kualo setelah yang bersangkutan selesai menjabat sebagai Plt Direktur PDAM Tirta Kualo," ucap Wakil Ketua Dewas KPK Albertina Ho.
Syahrial lantas bertanya kepada Yudhi Gobel, yang saat ini menjabat Direktur PDAM Tirta Kualo tetapi dijawab Yudhi Gobel bahwa keuangan saat ini sedang sulit. Namun Syahrial berkata sebaliknya pada Lili.
"Syahrial memberitahukan kepada terperiksa melalui telepon dengan mengatakan, "Sudah bu segera akan dibayarkan uang jasa pengabdian adik ibu", yang dijawab terperiksa, "Terima kasih"," ucapnya.
Setelah itu, Lili meminta Ruri menyurati Direktur PDAM Tirta Kualo untuk menagih uang itu. Tak hanya itu, Lili juga meminta Ruri memberikan tembusan surat itu ke KPK.
Albertina mengatakan sebenarnya keuangan PDAM Tirta Kualo sedang tidak baik, tetapi akhirnya uang pengabdian itu tetap dibayarkan ke Ruri dengan dicicil sebanyak 3 kali. Total keseluruhan uang yang diberikan adalah Rp 53.334.640.
"Majelis berpendapat dibayarkannya uang jasa pengabdian tersebut setidaknya adalah karena pengaruh terperiksa yang meminta bantuan kepada saksi M Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai," ucap Albertina.
Padahal Syahrial sebenarnya pernah diperiksa KPK pada September 2019 terkait dugaan tindak pidana korupsi. Namun Lili mengaku tidak tahu tentang status Syahrial sebagai pihak berperkara di KPK.
Baru beberapa bulan kemudian usai urusan penagihan uang pengabdian Ruri yaitu tepatnya Juli 2020, Lili menelepon Syahrial. Sebab, Lili membaca berkas perkara Syahrial.
"Terperiksa menghubungi saksi M Syahrial melalui telepon dengan mengatakan, "Ini ada namamu di mejaku, bikin malu. Rp 200 juta masih kau ambil," dan dijawab oleh saksi M Syahrial, "Itu perkara lama Bu, tolong dibantulah", lalu terperiksa menjawab "Banyak berdoalah kau"," kata Albertina.
Namun dalam persidangan etik di Dewas, Lili tidak menjelaskan mengenai berkas yang dimaksudnya itu. Meski demikian, Dewas KPK tetap berpendapat bila apa yang dilakukan Lili merupakan perbuatan yang melanggar kode etik. [rin]