WahanaNews.co | Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan resmi disetujui pada Pembahasan Tingkat 1 (satu) oleh 8 (delapan) fraksi Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang hadir dalam Rapat Kerja Bersama Pemerintah.
Selanjutnya, RUU ini akan ditindaklanjuti pada Pembahasan Tingkat 2 (dua) dalam Rapat Paripurna DPR RI.
Baca Juga:
Soal RUU Perampasan Aset, Pengamat Minta DPR RI 2024-2029 Segera Setujui
“Kesejahteraan ibu dan anak perlu ditingkatkan untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) dan generasi penerus bangsa yang unggul di masa depan. Pembangunan SDM unggul ditentukan oleh terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar ibu dan anak, khususnya pada seribu hari pertama kehidupan. Saya atas nama Pemerintah Indonesia mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang berkontribusi terhadap penyelesaian RUU hingga hari ini,” kata Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, di Jakarta, belum lama ini.
Sebelumnya, RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak diinisiasi oleh DPR RI sejak 30 Juni 2022 dan ditindaklanjuti dengan penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh Pemerintah.
Namun, berdasarkan perkembangan pembahasan muatan substansi pada RUU yang dilaksanakan oleh Panitia Kerja (Panja) pada 3 April dan 14 Juni 2023, Komisi VIII DPR RI mengarahkan Pemerintah agar memfokuskan pengaturan DIM pada ‘Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan’.
Baca Juga:
Wakil Komisi III DPR: RUU Perampasan Aset Dibawa ke DPR Periode Selanjutnya
“RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan tidak mendefinisikan anak. Definisi anak mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada. Oleh karena itu, yang didefinisikan dalam RUU ini adalah anak pada fase seribu hari pertama kehidupan, yaitu seseorang yang kehidupannya dimulai sejak terbentuknya janin dalam kandungan sampai dengan anak berusia 2 (dua) tahun,” tambah Menteri PPPA.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri PPPA menjelaskan, RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan merumuskan cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan, yaitu paling singkat 3 (tiga) bulan pertama dan paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya apabila terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Sementara, suami yang mendampingi persalinan istrinya diberikan cuti selama 2 (dua) hari dan paling lama 3 (tiga) hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan.
Selain itu, suami yang mendampingi istrinya yang keguguran juga berhak mendapatkan cuti selama 2 (dua) hari. Hal ini memberikan jaminan perlindungan bagi seorang ibu yang juga seorang pekerja.
“Setiap ibu bekerja yang melaksanakan hak atas cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan berhak mendapatkan upah secara penuh untuk 3 (tiga) bulan pertama dan bulan keempat, serta 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan keenam,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Menteri PPPA menjelaskan, RUU ini juga memberi perhatian pada hak ibu dengan kerentanan khusus, antara lain ibu berhadapan dengan hukum; ibu di lembaga pemasyarakatan; ibu di penampungan; ibu dalam situasi bencana; ibu dalam situasi konflik.
Juga ibu tunggal; ibu korban kekerasan; ibu dengan HIV/AIDS; ibu yang tinggal di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar; dan/atau ibu dengan gangguan jiwa.
“Pada uraian tentang kewajiban, dan untuk menghindari domestifikasi peran dan tanggung jawab pengasuhan pada 1 (satu) pihak saja, selain ibu juga ditambahkan dengan peran ayah dan keluarga agar memuat upaya membangun kesejahteraan ibu dan anak pada tingkatan terkecil menjadi tanggung jawab bersama sejak awal, demi kepentingan terbaik bagi ibu dan anak, dengan dukungan keluarga dan lingkungan,” tuturnya.
Persetujuan RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan ditandai dengan penandatanganan draft RUU oleh Pimpinan Komisi VIII DPR RI; Menteri PPPA; perwakilan dari lima kementerian lainnya, yaitu Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Kesehatan.
Secara keseluruhan, RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan terdiri dari IX Bab dan 46 Pasal yang pengaturannya meliputi hak dan kewajiban; tugas dan wewenang; penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak; data dan informasi; pendanaan; dan partisipasi masyarakat.
“Pembahasan atas RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan yang dilakukan oleh Komisi VIII DPR RI bersama Pemerintah berlangsung dinamis, bahkan terkadang terdapat perbedaan pandangan yang pada akhirnya memperkaya pembahasan terhadap RUU tersebut dan dapat diselesaikan dengan menemukan titik temu berdasarkan saling menghormati dan menghargai,” tutup Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka.
[Redaktur: Zahara Sitio]