WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemulihan kelistrikan pascabencana di Aceh serta wilayah terdampak di Sumatera Utara dan Sumatera Barat menjadi pekerjaan besar yang harus dijalankan dengan kehati-hatian tinggi demi menjaga keselamatan warga dan petugas di lapangan.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, menilai pemulihan listrik di wilayah bencana tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa karena kerusakan infrastruktur yang terjadi bersifat kompleks dan berisiko tinggi.
Baca Juga:
Bupati Dairi Launching Aplikasi Simpelaja dan E-Sada
“Pemulihan listrik di wilayah bencana, khususnya Aceh, bukan pekerjaan sederhana dan tidak bisa diselesaikan secara cepat,” kata Rieke, Senin (15/12/2025).
Ia menegaskan bahwa keselamatan harus menjadi pijakan utama dalam setiap tahapan pemulihan yang dilakukan oleh PLN di lapangan.
“Keselamatan warga dan petugas harus menjadi prioritas utama,” ujarnya.
Baca Juga:
Proyek APBN 2025 BWSS II Medan di Dairi Diduga Dikerjakan Asal Jadi
Rieke mengungkapkan terdapat tiga jalur transmisi utama di Aceh yang mengalami gangguan serius akibat banjir bandang dan longsor, yakni jalur Biren–Arun, Bireun–Peusangan, serta Pangkalan Brandan–Langsa.
Untuk jalur Biren–Arun dan Bireun–Peusangan, PLN telah berhasil memulihkan pasokan listrik meski sebelumnya mengalami kerusakan berat akibat tower roboh dan fasa jaringan yang terputus.
Sementara itu, jalur Pangkalan Brandan–Langsa masih dalam proses pemulihan karena mengalami kerusakan signifikan berupa tower roboh dan kerusakan pada bagian traverse.
Rieke menjelaskan bahwa PLN saat ini tengah membangun tower darurat di jalur Pangkalan Brandan–Langsa setelah teridentifikasi adanya beberapa tower roboh susulan di wilayah tersebut.
Proses pemulihan di jalur tersebut menghadapi tantangan besar karena kondisi lapangan belum sepenuhnya aman akibat banjir yang belum surut dan masih adanya lumpur basah di sejumlah titik.
Ia menilai perbaikan tower transmisi dalam kondisi seperti itu memiliki risiko tinggi sehingga pemulihan tidak dapat dilakukan secara terburu-buru tanpa memperhitungkan aspek keselamatan secara matang.
“Saat ini PLN terus melakukan upaya pemulihan, mulai dari perbaikan jaringan, pemulihan tower, hingga pemasangan tower darurat,” jelas Rieke.
Namun ia mengingatkan bahwa langkah-langkah tersebut belum dapat langsung menjamin pemulihan listrik secara menyeluruh dalam waktu dekat karena seluruh tahapan harus mengikuti standar teknis yang aman.
Dalam masa tanggap darurat, Rieke memberikan apresiasi terhadap langkah PLN yang telah menyalurkan 48 unit genset ke Banda Aceh dan sejumlah wilayah terdampak lainnya.
Langkah tersebut dinilai penting untuk menopang operasional fasilitas vital, terutama layanan kesehatan, dengan total daya yang disalurkan mencapai 4.254 kVA.
Rieke juga menyoroti pentingnya kelancaran distribusi bahan bakar minyak dari Pertamina untuk mendukung operasional genset darurat yang tersebar di berbagai lokasi terdampak.
Ia menekankan bahwa pasokan BBM tidak boleh terhambat karena menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat di tengah kondisi krisis.
Lebih lanjut, Rieke menegaskan bahwa fase tanggap darurat, rehabilitasi, hingga rekonstruksi pascabencana harus dijalankan berdasarkan data lapangan dan kondisi riil masyarakat terdampak.
Ia optimistis dengan kebijakan yang terarah dan terukur, proses pemulihan kelistrikan dan infrastruktur pendukung dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan.
“Selain listrik, fasilitas kesehatan dan ketersediaan air minum bersih juga tidak boleh diabaikan,” pungkasnya.
Ia menambahkan bahwa dukungan penuh dari Kementerian Pekerjaan Umum serta pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk membuka kembali jalur logistik, terutama menuju wilayah yang masih terisolasi akibat bencana.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]