WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah semakin gencar mempercepat program hilirisasi dengan memperluas pembangunan kilang minyak (refinery) dan infrastruktur pendukung lainnya.
Langkah ini menjadi fokus utama dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (10/3/2025) malam.
Baca Juga:
21 Proyek Hilirisasi Didanai Danantara, Tahap Pertama Ditargetkan Capai US$618 miliar
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa pemerintah telah merevisi rencana pembangunan refinery.
Awalnya, kapasitas kilang yang akan dibangun ditetapkan sebesar 500.000 barrel per hari, namun kini ditingkatkan menjadi 1 juta barrel per hari.
"Kita akan membangun sekitar 1 juta barrel, dan proyek ini akan tersebar di beberapa wilayah seperti Kalimantan, Jawa, Sulawesi, serta Maluku-Papua agar tercipta pemerataan," ujar Bahlil kepada media usai rapat.
Baca Juga:
Bukan untuk Kampus, Izin Tambang Hanya Bagi BUMN, BUMD, dan Swasta
Selain itu, pemerintah juga akan membangun fasilitas penyimpanan (storage) dengan kapasitas serupa, yakni 1 juta barrel per hari.
Di sektor energi, pengembangan dimethyl ether (DME) sebagai alternatif pengganti LPG turut didorong, bersama dengan ekspansi hilirisasi di sektor perikanan, perkebunan, dan kehutanan.
"Di sektor mineral dan batu bara, selain bauksit, kita juga akan mengakselerasi hilirisasi nikel dan timah. Tak hanya itu, kita juga akan membangun industri solar panel dan mengoptimalkan pasir kuarsa sebagai bagian dari mineral kritikal yang memiliki keunggulan strategis bagi Indonesia," jelas Bahlil.
Di sisi lain, Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Roeslani, dalam kesempatan terpisah menegaskan bahwa pemerintah terus membuka peluang investasi dalam proyek hilirisasi yang telah siap dijalankan.
Pemerintah juga mengundang investor asing maupun pengusaha nasional untuk turut berpartisipasi dalam proyek ini.
"Kita akan melakukan evaluasi independen dari berbagai aspek, termasuk return on investment, potensi keuntungan, serta dampaknya terhadap pengurangan impor, khususnya di sektor energi. Selain itu, kita juga mempertimbangkan aspek penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat," ungkap Rosan.
Selain berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, proyek hilirisasi ini dirancang agar sejalan dengan target pemerintah mencapai net zero emission pada tahun 2060.
"Proyek-proyek ini harus berkelanjutan dan pada saat yang sama mampu mengurangi emisi, sehingga sejalan dengan visi industrialisasi ramah lingkungan yang kita dorong," tutup Rosan.
Rapat terbatas ini merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam mempercepat hilirisasi industri untuk mengurangi ketergantungan pada impor, meningkatkan nilai tambah sumber daya alam, serta memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]