WahanaNews.co | Tak bisa dipungkiri jika pasukan Batalyon Infanteri 312/Kala Hitam
(Yonif 312/KH) adalah salah satu pasukan legendaris kenyang pengalaman perang,
yang berdiri sejak Perang Revolusi Nasional Indonesia.
Dirangkum dari berbagai sumber, Yonif
312/Kala Hitam sudah berdiri sejak 25 Agustus 1948.
Baca Juga:
Dukung Giat TNI, Bupati Humbahas Ikut Serta Bersihkan Eceng Gondok di Danau Toba
Sepanjang 73 tahun eksistensinya,
pasukan yang memiliki lambang hewan beracun kalajengking hitam ini ikut bertempur di berbagai palagan.
Salah satu pertempuran yang pernah
dilewati oleh pasukan Yonif 312/Kala Hitam adalah operasi penumpasan anggota
Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun.
Bukan perkara mudah untuk menghabisi
para anggota kelompok yang telah melakukan Pemberontakan
PKI 1948 itu, mulai 18 September 1948.
Baca Juga:
Bupati Taput Apresiasi Giat TNI Manunggal Memelihara Danau Toba di Pantai Landai Balige
Meski baru saja terbentuk, Yonif
312/Kala Hitam, yang kini berdiri di bawah kendali
Brigade Infanteri (Brigif) 15/Kujang II, Komando Daerah Militer III/Siliwangi, itu sukses menjalankan tugas dengan sempurna.
Akan tetapi, sebuah kejadian mistis sempat
dialami oleh pasukan yang saat itu dipimpin oleh Mayor Inf Kemal Idris.
Dikutip dari buku Perintah Presiden Sukarno: Rebut Kembali Madiun, pasukan TNI, termasuk Yonif 312/Kala Hitam, lebih
dulu harus berhadapan dengan sayap militer PKI, Front Demokratik Rakyat (FRD).
Setelah melewati pertempuran, Kota Madiun akhirnya berhasil dikuasai sepenuhnya oleh pasukan TNI, tepatnya pada 30 September 1948.
Mengalami kekalahan telak, para
anggota milisi bentukan PKI itu banyak yang kabur.
Mereka melarikan diri ke sejumlah
daerah di sekitar Madiun.
Pengejaran pun dilakukan oleh para
prajurit TNI untuk menangkap dan mengadili para pemberontak itu.
Salah satu tempat para milisi PKI
bersembunyi adalah Blora.
Suatu ketika, Kemal, sang komandan, menjadi saksi sebuah peristiwa aneh.
Seorang anggota milisi PKI tertangkap
di Blora, dan dijadikan tawanan.
Setelah tertangkap, anggota PKI yang
tak disebut namanya itu malah meminta dieksekusi mati kepada Kemal.
Kemal pun lebih dulu mendatangi
seorang Komandan Pleton (Danton) untuk memintanya mengeksekusi sang tahanan.
Sang Danton sempat bertanya kepada
Kemal, hingga akhirnya tampil sebagai algojo anggota PKI yang tertangkap
itu.
"Ada apa, Mayor?" ucap Danton anak buah Kemal itu.
"Itu tawanan minta mati,"
kata Kemal, menjawab pertanyaan anak buahnya.
Tak pakai lama, pistol langsung
dicabut sang Danton dari sarung, dan langsung menekan pelatuknya.
Siapa sangka, pistol Danton tak mau
menyala.
Padahal, ujung pistol sudah menempel
di kening anggota PKI itu.
Kemudian, peluru pistol juga terisi
penuh.
Sang Danton sempat dua kali mencoba
untuk menembakkan pistolnya.
Namun, hasilnya nihil.
Kebingungan, Danton pun bertanya
kepada sang tawanan, sampai sang tawanan menjawabnya
dengan satu kata.
"Kamu punya ilmu, ya?" tanya Danton kepada sang tawanan.
"Tidak," ujarnya.
Saat anggota PKI itu menjawab
pertanyaan Danton, peluru pistol akhirnya berhasil dimuntahkan.
Peluru pistol sang Danton melubangi
kepala anggota PKI, yang beberapa saat kemudian tubuhnya roboh menghujam tanah.
Ternyata, jawaban "tidak" yang
diucapkan oleh anggota PKI tadilah kata kuncinya.
Menurut Mayjen TNI (Purn) Rachwono, yang juga menjadi saksi peristiwa itu, sang tawanan sengaja
mengucapkan kata "tidak" untuk melepaskan ilmu kebal peluru yang
dimilikinya.
Sehingga, pada
akhirnya, peluru yang dimuntahkan pistol Danton mampu menembus tubuhnya. [dhn]