"Karena itulah, sudah sebaiknya petani juga memahami dan berinvestasi pada manajemen input pertanian berkualitas untuk mendukung pekerjaannya," ujarnya.
Subsidi input, terutama pupuk, juga memunculkan masalah lain. Pertama, disparitas harga antara pupuk bersubsidi dan non-subsidi memunculkan pasar sekunder di mana penerima pupuk bersubsidi maupun aktor lain di sepanjang rantai distribusi menjual kembali jatah pupuknya. Disparitas harga antara pupuk bersubsidi dan non-subsidi juga memunculkan perburuan rente di sepanjang rantai distribusi pupuk.
Baca Juga:
Kelompok Wanita Tani Kota Tangerang Gelar Pelatihan GHP
Subsidi dan bantuan pemerintah juga diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan hal tersebut terlihat dari besaran jumlah anggaran. Antara tahun 2003-2020, pemerintah sudah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 319,77 triliun untuk subsidi pupuk dan benih. Jumlah tersebut belum termasuk program bantuan lainnya, seperti rehabilitasi jaringan irigasi.
Nilai subsidi juga cenderung fluktuatif setiap tahunnya, yang menunjukkan nilai subsidi cenderung dipengaruhi ketersediaan anggaran dan bukan kebutuhan petani dan kaitannya dengan produktivitas.
Ia menuturkan, pertumbuhan subsidi dari tahun ke tahun terkadang meningkat tajam, misalnya, subsidi pupuk sebesar 142 persen (yoy) pada 2008 dan subsidi benih sebesar 587 persen pada tahun 2013 (yoy). Tetapi pertumbuhan output pada beras, jagung, dan kacang kedelai relatif stagnan, menunjukkan kurangnya korelasi dengan produktivitas lahan.
Baca Juga:
Indonesia dan Turki Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Ekspor Komoditas Pertanian
"Penelitian CIPS merekomendasikan penargetan secara akurat kepada petani penerima subsidi, terutama mereka yang sangat tergantung kepada bantuan dan tidak memiliki akses untuk membeli input pertanian sendiri," ujarnya.
Ia menuturkan, harus dibedakan antara penggunaan input tidak optimal karena harga atau keterbatasan pengetahuan. Untuk kelompok terakhir, termasuk petani dengan penggunaan pupuk tidak seimbang atau overdosis, peningkatan penyuluhan pertanian lebih dibutuhkan dibanding bantuan.
Program penyediaan input pertanian seperti subsidi pupuk dan bantuan benih juga memerlukan perencanaan dan indikator-indikator untuk menunjukkan sejauh mana kebijakan ini sudah berhasil mengatasi kegagalan pasar. Indikator-indikator ini misalnya dapat terdiri dari persentase pemakaian pupuk, persentase penggunaan benih varietas unggul, serta rata-rata harga pupuk di pasaran.[gab]