Kemudian pidatonya pun ditutup setelah Ir Soekarno mengemukakan dasar-dasar Negara dengan menyatakan:
“Saudara-saudara! Dasar-dasar Negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca indera. Apalagi yang lima bilanganya? Pandawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa-namanya ialah Panca Sila. Sila artinya asas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia kekal dan abadi.” (Sekretariat Negara RI, 1995).
Baca Juga:
Saksikan Pengangkatan Duta Pancasila Paskibra Indonesia Kota Bekasi Periode 2025–2028, Ini Pesan Tri Adhianto
Pada masa reses setelah rapat sidang BPUPKI 1 selesai, diadakan rapat untuk merumuskan hasil sidang BPUPKI I tersebut oleh 38 (tiga puluh delapan) anggota BPUPKI yang masih tinggal di Jakarta.
Dalam rapat tersebut dibentuk sebuah panitia kecil yang jumlahnya 9 (sembilan) orang.
Kesepakatan bersama mengenai perihal Rancangan Pembukaan Hukum Dasar Negara pun kemudian berhasil dirumuskan oleh panitia sembilan tersebut.
Baca Juga:
Wamenag Romo Syafi’i Tegaskan Indonesia Cerah di Era Prabowo-Gibran
Hasil dari rumusan panitia sembilan tersebut kini dikenal dengan nama Piagam Jakarta.
Piagam Jakarta sendiri telah resmi ditetapkan pada 22 Juni 1945.
Kemudian rumusan Piagam Jakarta tersebut dibawa ke sidang BPUPKI II yang diselenggarakan pada tanggal 10-17 Juli 1945.