Bahkan, banjir kali ini juga menyebabkan fasilitas umum seperti rumah sakit dan beberapa hotel, termasuk Hotel Atsari, terendam lumpur. Jalan utama yang menghubungkan Parapat dengan Medan dan Balige juga lumpuh akibat longsor dan genangan air.
Tiga hari setelah bencana, kondisi kota Parapat masih belum sepenuhnya pulih. Banyak rumah makan masih tutup karena terdampak lumpur, sementara warga terlihat bergotong royong membersihkan sisa-sisa material yang terbawa banjir.
Baca Juga:
Pascabanjir di Parapat Danau Toba, Polisi Lakukan Rekayasa Lalu Lintas
Ngatiman, seorang pemilik usaha di kawasan Panatapan, mengungkapkan bahwa bencana ini memberikan dampak besar terhadap perekonomian warga.
"Biasanya dampak longsor seperti ini terasa lebih dari satu bulan. Wisatawan takut singgah, sehingga usaha kami merugi," keluhnya.
Ia berharap pemerintah segera mengambil langkah nyata untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Baca Juga:
Agincourt Resources Salurkan Bantuan Rp987 Juta untuk Korban Banjir Bandang di Tapanuli Selatan dan Padangsidimpuan
"Sekarang kami selalu khawatir setiap kali hujan turun, takut longsor terjadi lagi. Pemerintah harus bersikap tegas terhadap pelaku perusakan hutan," tegasnya.
Dalam tujuh tahun terakhir, sejak tahun 2018, sudah terjadi 5 kali bencana di Parapat.
Kejadian sebelumnya, 15 Desember 2018, 1 Januari 2019, 11 Juli 2020, 13 Mei 2021, dan 16 Maret 2025.