WahanaNews.co, Jakarta - Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memutuskan bahwa mengucapkan salam lintas agama tidak dianggap sebagai bentuk implementasi toleransi.
Keputusan ini dihasilkan dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI Se-Indonesia VII yang diselenggarakan di Bangka Belitung pada Kamis (30/5/2024).
Baca Juga:
Kapolres Rohil Siap Ciptakan Pilkada Damai dan Bangun Sinergitas Bersama MUI
Pertemuan ini menghasilkan panduan hubungan antarumat beragama, termasuk hukum salam lintas agama.
Salah satu poin yang disepakati adalah bahwa mengucapkan salam yang mencakup salam dari berbagai agama bukanlah bentuk toleransi atau moderasi beragama yang diakui.
"Pengucapan salam dengan cara menyertakan salam dari berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan/atau moderasi beragama yang dibenarkan," demikian bunyi salah satu keputusan MUI.
Baca Juga:
Palu Berzikir: Pemkot Palu Peringati 6 Tahun Gempa, Tsunami, dan Likuefaksi
Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ini dibacakan oleh Ketua SC dan juga Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, pada Kamis (30/5/2024).
MUI menyatakan bahwa salam adalah doa yang bersifat 'ubudiah atau pengabdian diri kepada Allah SWT. Oleh karena itu, pengucapannya harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan salam dari agama lain.
"Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram," kata Asrorun Niam Sholeh saat membacakan keputusan tersebut.
MUI menganjurkan umat Islam untuk mengucapkan salam dengan 'Assalamu'alaikum' atau salam nasional, atau salam lainnya yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa dari agama lain, terutama ketika berada dalam forum lintas agama.
Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI juga meminta seluruh umat Islam menghormati pemeluk agama lain dan menjamin kebebasan umat beragama dalam menjalankan ajaran agama.
Terkait masalah muamalah, MUI menganggap perbedaan agama tidak menjadi halangan untuk terus menjalin kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara harmonis, rukun dan damai.
"Umat Islam tidak boleh mengolok-olok, mencela dan/atau merendahkan ajaran agama lain," bunyi keputusan tersebut.
Acara Ijtima Ulama Fatwa ini diikuti oleh 654 peserta dari unsur pimpinan lembaga fatwa ormas Islam tingkat pusat, pimpinan Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan pesantren tinggi ilmu-ilmu fikih, pimpinan fakultas syariah perguruan tinggi keislaman, perwakilan lembaga fatwa negara ASEAN dan Timur Tengah, seperti Malaysia dan Qatar, individu cendekiawan muslim dan ahli hukum Islam, serta para peneliti sebagai peninjau.
Melansir Warta Kota, berikut panduan hubungan antarumat beragama secara lengkap hasil dari Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia:
PANDUAN HUBUNGAN ANTARUMAT BERAGAMA
A. Prinsip Hubungan Antar Umat Beragama
1. Prinsip dasar hubungan antar umat beragama dalam Islam adalah sebagai berikut:
a. Islam menghormati pemeluk agama lain dan menjamin kebebasan umat beragama dalam menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya dengan prinsip toleransi (al-tasamuh), sesuai dengan tuntunan al-Quran "lakum dinukum wa liyadin" (untukmu agamamu dan untukku agamaku), tanpa mencampuradukkan ajaran agama (sinkretisme).
b. Dalam masalah muamalah, perbedaan agama tidak menjadi halangan untuk terus menjalin kerja sama (al-ta'awun) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara harmonis, rukun dan damai.
2. Umat Islam tidak boleh mengolok-olok, mencela dan/atau merendahkan ajaran agama lain (al-istihza`).
3. Antarumat beragama tidak boleh mencampuri dan/atau mencampuradukkan ajaran agama lain.
B. Fikih Salam Lintas Agama
1. Penggabungan ajaran berbagai agama termasuk pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan/atau moderasi beragama bukanlah makna toleransi yang dibenarkan.
2. Dalam Islam, pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiah, karenanya harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari agama lain.
3. Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram.
4. Pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan/atau moderasi beragama yang dibenarkan.
5. Dalam forum yang terdiri atas umat Islam dan umat beragama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamu'alaikum dan/atau salam nasional atau salam lainnya yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi.
C. Fikih Toleransi dalam Perayaan Hari Raya Agama Lain
1. Setiap agama memiliki hari raya sebagai hari besar keagamaan yang biasanya disambut dengan perayaan oleh penganutnya.
2. Setiap umat Islam harus menjalankan toleransi dengan memberikan kesempatan kepada umat agama lain yang sedang merayakan ritual ibadah dan perayaan hari besar mereka. Bentuk toleransi beragama adalah:
a. Dalam hal akidah, memberikan kebebasan kepada umat agama lain untuk melaksanakan ibadah hari raya sesuai keyakinannya dan tidak menghalangi pelaksanaannya.
b. Dalam hal muamalah, bekerja sama secara harmonis serta bekerja sama dalam hal urusan sosial bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Toleransi umat beragama harus dilakukan selama tidak masuk ke dalam ranah akidah, ibadah ritual dan upacara-upacara keagamaan, seperti: mengucapkan selamat hari raya agama lain, menggunakan atribut hari raya agama lain, memaksakan untuk mengucapkan atau melakukan perayaan agama lain atau tindakan yang tidak bisa diterima oleh umat beragama secara umum.
4. Beberapa tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam angka nomor 3 dianggap sebagai mencampuradukkan ajaran agama.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]