Pada Era Orde Baru pun sikap kritis HMI tetap terjaga. Terlihat bagaimana peristiwa Malari 1974 itu pecah. Banyak keterlibatan tokoh-tokoh dan kader-kader HMI pada saat itu. Sikap kritis HMI itu juga terus dipertahankan.
Pada tahun 1985 ketika Pemerintahan Orde Baru memberlakukan Pancasila sebagai satu-satunya azas, HMI tetap mengkritisi. Pada tahun 1998, HMI juga tetap mengkritisi Pemerintahan Orde Baru.
Baca Juga:
Hadiri Konferensi Ke XV HMI Cabang Sorong, Ini Kata Kepala Badan Kesbangpol Papua Barat Daya
“Saya ingat sekali, dan ada saksinya, juga Bang Ubaidillah Badrun yang saat itu sebagai korlap massa HMI telah menduduki Gedung DPR sebelum masa mahasiswa dan eksponen gerakan lainnya hadir di Gedung DPR. Kemudian, ditandai dengan tumbangnya Pemerintahan Orde Baru oleh desakan dan tuntutan mahasiswa Indonesia, maka Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI, dan diganti oleh BJ Habibie yang saat itu menjadi Wakil Presiden RI. Tidak selesai di situ, setelah BJ Habibie menjadi Presiden RI, HMI tetap mendesak percepatan pelaksanaan Sidang Istimewa MPR untuk melaksanakan pemilu yang secepat-cepatnya.
Lebih lanjut kata Imron, sikap kritis yang terus terjaga dibangun karena HMI merupakan organisasi perkaderan dan perjuangan. Watak HMI adalah intelektualisme dan spiritualisme yang menjadi kesatuan utuh.
“Sebagaimana ayat al-Quran yang tadi dibacakan oleh qoriah yang membuka acara Milad HMI ini, yakni Surat Ali Imran ayat 190-191: ‘Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’” ulasnya.
Baca Juga:
HMI Dukung Kominfo Berantas Judi Online
Ulil Albab, Imron menjelaskan merupakan doktrin yang membentuk kader-kader HMI untuk memiliki karakter yang kuat dan teguh yang mampu menyatukan visi intelektual dan spiritual. Dari pelaksanaan visi ini menyatu, maka tidak layak bagi peserta kongres untuk berseteru secara fisik, saling baku pukul.
“Saya sangat sedih semalam menonton video sidang yang ricuh saling baku pukul. Itu tidak menunjukkan sama sekali sebagai karakter ulil albab yang menjunjung nilai-nilai intelektual. Allah tidak melarang perbedaan, bahkan perdebatan, karena perbedaan itu sudah merupakan ciptaan Allah SWT. Allah menciptakan siang-malam, tinggi-pendek, benar-salah dan lain sebagainya. Silahkan berbeda dan perbedaan itu dibahas pada forum resmi yang mengedepankan nilai-nilai musyawarah, serulah, diskusikanlah, saling berdebatlah dengan cara yang lemah lembut atau sebaik-baiknya. Dalam firman lain disampaikan, bermusyawarahlah dalam pembahasan/mencari suatu solusi dalam suatu urusan,” tutup Imron Fadhil Syam.