Badan Antariksa AS (NASA) pada 2021 juga memperingatkan bahwa kenaikan suhu global dan mencairnya lapisan es meningkatkan ancaman banjir di kota-kota pesisir seperti Jakarta.
NASA mengungkapkan bahwa penurunan tanah akibat eksploitasi air tanah memperparah risiko banjir yang semakin parah selama beberapa dekade.
Baca Juga:
Kementerian PU Siap Dukung Rencana Pemindahan ASN dan Ibu Kota Negara ke IKN
Bahkan sejak 1990-an, Jakarta telah mengalami banjir besar, termasuk banjir pada musim hujan 2007 yang merendam 70% wilayahnya.
Gambar satelit NASA juga menunjukkan perubahan signifikan pada Jakarta selama tiga dekade terakhir.
Deforestasi dan urbanisasi yang masif di sekitar sungai Ciliwung dan Cisadane mengurangi daya serap air tanah, memicu banjir dan luapan air bandang.
Baca Juga:
Terima Kunjungan Duta Besar Finlandia, Wamen Diana Bahas Potensi Kerja Sama Infrastruktur Berkelanjutan
Lonjakan populasi antara 1990 hingga 2020 membuat semakin banyak orang tinggal di kawasan rawan banjir.
Selain itu, saluran air dan kanal di Jakarta sering tersumbat oleh sedimen dan sampah, meningkatkan kerentanannya terhadap banjir.
Data satelit pada 1990 juga mencatat bahwa pembangunan lahan buatan di pantai Teluk Jakarta telah meluas, dengan setidaknya 1.185 hektar lahan baru yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan kota.