Pertama, kunjungan Paus bukan acara yang mendadak tetapi sudah direncanakan sejak tahun 2020.
“Dan kita waktu itu sudah siap. Jadi ini bukan sesuatu yang baru tapi kita memperbarui rencana yang belum terlaksana,” jelas Kardinal Suharyo.
Baca Juga:
AM Putut Prabantoro: Pemda di Asia Pasifik Perlu Promosikan Perdamaian Demi Peradaban Dunia
Yang kedua, lanjut Kardinal Suharyo, selain ke Indonesia, Paus juga akan mengunjungi Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura, mungkin ke Vietnam.
“Ini merupakan perjalanan Paus terjauh ke 4-5 negara dan pertama dalam sejarah. Biasanya, menurut Kardinal Suharyo, Paus hanya mengunjungi satu atau dua negara, lalu kembali ke Vatikan.”
Sedangkan yang ketiga, sambung Kardinal Suharyo, bagus untuk gereja Katolik.
Baca Juga:
Jelang Hari Listrik Nasional Ke-79, PLN UP3 Jambi Turut Nyalakan Serentak Light Up The Dream Masyarakat Tidak Mampu Di Provinsi Jambi
“Mengenai sejarah hubungan diplomatik antara Vatikan dan Indonesia. Itukan bagus. Saya kira sangat bagus untuk digali. Jadi kehadiran secara fisik Paus sangat berarti, mestinya lebih jauh dari pada itu. Sehingga doa bagi kesehatan Paus sangatlah penting,“ ujar Kardinal Suharyo.
Orang nomor satu di Keuskupan Agung Jakarta ini menambahkan yang perlu digali sebaik-baiknya soal dua dokumen atau gagasan besar dari Paus Fransiskus yakni Laudato Si (Lingkungan Hidup) dan Fratelli Tutti (Persaudaraan Sejati).
“Jauh lebih penting memperkenalkan pikiran-pikirannya. Jangan fokus pada kedatangannya semata namun jauh lebih penting pesan-pesan beliau. Secara periodik bisa disampaikan pesannya mengenai kemanusiaan apa, kenapa beliau berpihak kepada pengungsi, perhatian kepada perdagangan orang, lintas iman terkait dokumen Abu Dhabi, lingkungan alam terkait Laudato Si dan sebagainya,” imbuh Kardinal Suharso.