WahanaNews.co, Jakarta – Seandainya ketentuan batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) kembali diubah Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengemukakan pendapat bahwa maka hal itu berlaku untuk pemilihan umum (Pemilu) 2029.
"Jadi kalau nanti ada perubahan lagi UU sebagaimana diajukan oleh mahasiswa itu, berlakunya nanti di 2029," ujar Jimly kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, (7/11/2023) mengutip VIVA.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Kendati demikian, kata Jimly, saat ini ketentuan usia minimum capres-cawapres pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang diubah melalui Putusan 90 itu sedang digugat ulang ke MK.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana, mengajukan uji materiil atas pasal tersebut.
Gugatan Brahma sudah diregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023 dan akan di sidang besok, Rabu (8/11), bertepatan dengan hari terakhir pengusulan bakal capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
Baca Juga:
Mata Perih akibat Gas Air Mata saat Demo, Ini Cara Mengatasinya
Maka itu, Jimly pun berharap agar pemilu 2024 dapat berjalan dengan tertib. Menurutnya, semua pihak wajib menjaga kenyamanan dan ketenteraman jalannya pemilu serta fokus dalam pemenangan masing-masing pasangan calon.
"Nah jadi saya berharap kita sebagai anak bangsa, mari kita memusatkan perhatian untuk suksesnya Pemilu. Partai pesertanya sudah jelas, capres-cawapres nya sudah jelas. Yang tidak kita suka tolong jangan dipilih. Jadi harapannya kita fokus saja untuk pemenangan masing-masing," ungkapnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menggelar sidang ulang soal syarat usia capres-cawapres di bawah 40 tahun.
Hal tersebut sesuai dengan masuknya gugatan baru yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana. Dalam gugatan itu, Viktor Santoso Tandiasa bertindak sebagai kuasa hukum penggugat.
"Jadwal sidang Rabu, 8 November 2023, pukul 13:30 WIB. Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023. Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum," dikutip dari keterangan jadwal sidang MK dari website MK, Selasa, (7/11/2023).
Melalui petitumnya, penggugat menilai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana telah dimaknai MK dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap frasa "yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dia meminta agar ditambahkan frasa baru, "yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat Provinsi". "Sehingga, bunyi selengkapnya 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pilkada pada tingkat daerah provinsi'," kata Brahma dalam gugatan yang diregister dengan nomor perkara 141/PUU-XXI/2023, dikutip dari situs resmi MK.
Adapun alasan pengajuan gugatan tersebut adalah latar belakang putusan MK yang menjadi polemik di masyarakat.
"Terdapat persoalan konstitusionalitas pada frasa 'yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'. Di mana tidak terdapat kepastian hukum pada tingkat jabatan apa yang dimaksud pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Sehingga timbul pertanyaan, apakah hanya hanya pada Pemilihan Kepala Daerah tingkat Provinsi saja? Atau juga pada Pemilihan Kepala Daerah tingkat kabupaten/kota?,” “Atau pada pemilihan kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten kota? Demikian pula pada pemilu pada pemilihan DPR saja? Atau pada tingkat DPRD tingkat Provinsi saja? Atau kabupaten/kota saja? Atau pada ke semua tingkatannya yakni DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota?" kata Brahma, yang memberikan kuasa kepada Viktor Santoso Tandiasa.
[Redaktur: Alpredo Gultom]