WahanaNews.co, Jakarta - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan GovTech Indonesia bernama INA Digital pada Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summit di Istana Negara, Jakarta, Senin (27/05/2024) pagi.
INA Digital, bagian dari PERURI, adalah penyelenggara keterpaduan ekosistem layanan digital pemerintah Indonesia. INA Digital diresmikan Presiden RI pada 27 Mei 2024, sesuai amanat Pemerintah kepada PERURI sebagai GovTech Indonesia yang tertuang pada Perpres No. 82 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional. INA Digital berperan menjadi akselerator transformasi layanan digital pemerintah, mewujudkan layanan publik yang lebih berkualitas, terpercaya, dan efisien.
Baca Juga:
Pilgub Jakarta: Ridwan Kamil Klaim Didukung Prabowo-Jokowi
Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menekankan, pemerintah perlu memperkuat infrastruktur dan transformasi govtech agar dapat meningkatkan daya saing Indonesia.
“Kita harus memperkuat digital public infrastructure kita, semacam jalan tol untuk digitalisasi pelayanan publik di negara kita. Kita juga harus memperkuat transformasi ke govtech kita, satu portal terintegrasi yang kita namakan INA Digital, yang di situ ada layanan pendidikan, layanan kesehatan, ada layanan izin usaha, ada perpajakan dan lain-lainnya”.
Peluncuran ini, kata Presiden, merupakan tahap awal dari keterpaduan layanan digital nasional yang harus terus diperbaiki dan dilanjutkan secara bertahap.
Baca Juga:
Jelang Pilkada 2024, Pemko Binjai Bikin ‘Kegaduhan’
“Ini adalah tahap awal kita memulai, tapi enggak apa, saya kira migrasinya memang harus bertahap. Yang penting dimulai dulu, ASN digitalnya juga disiapkan, sistemnya terus disosialisasikan, kemudian diperbaiki terus dan dilanjutkan secara bertahap,” ujarnya.
Kepala Negara menekankan, kehadiran birokrasi seharusnya melayani masyarakat, bukan mempersulit atau malah memperlambat.
“Seharusnya yang menjadi tolok ukur adalah kepuasan masyarakat, adalah manfaat yang diterima masyarakat, adalah kemudahan urusan masyarakat. Tapi bagaimana bisa lebih mudah kalau di kementerian, di lembaga, di pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, ini ada kurang lebih 27 ribu aplikasi,” kata Kepala Negara
Presiden mengkritisi adanya 27 ribu aplikasi layanan publik milik pemerintah, baik pusat maupun daerah yang tidak terintegrasi dan tumpang tindih. Untuk itu, Presiden meminta pemerintah berhenti membuat aplikasi baru yang berjalan sendiri-sendiri.
“Mulai tahun ini berhenti lah membikin platform-platform baru, setop. Karena tadi, 27 ribu aplikasi yang ada. Tahun ini saja, kemarin kita cek waktu membikin anggaran, ada Rp6,2 triliun yang akan dipakai untuk membikin aplikasi baru, membuat platform baru,” kata Presiden.
Bahkan, lanjutnya, terdapat kementerian yang memiliki lebih dari 500 aplikasi. “Karena setiap, mungkin dulu, setiap ganti menteri ganti aplikasi, ganti dirjen ganti aplikasi. Sama di daerah, ganti gubernur ganti aplikasi, ganti kepala dinas ganti aplikasi. Orientasinya selalu proyek. Itu yang kita hentikan dan tidak boleh diteruskan lagi,” imbuh Presiden.
Dengan adanya INA Digital, Presiden berharap pelayanan pemerintah kepada masyarakat dapat disederhanakan dan terintegrasi melalui satu aplikasi.
“Setiap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah harus bersama-sama melakukan integrasi dan interoperabilitas aplikasi dan data, tidak boleh ada lagi alasan ini dan itu karena merasa datanya milik saya, datanya punya saya, datanya milik kementerian saya, datanya milik lembaga saya, datanya milik pemda saya. Tidak boleh lagi, tidak akan maju kita kalau kita masih egosentris itu kita pelihara. Jadi sekali lagi, tinggalkan praktik-praktik lama, tinggalkan mindset-mindset lama,” tandasnya. Demikian dilansir dari laman setkabgoid, Selasa (28/5).
[Redaktur: Alpredo Gultom]