WahanaNews.co | Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengeluarkan sejumlah ciri penceramah radikal sebagaimana sempat disinggung oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat pimpinan TNI-Polri pada Selasa (1/3).
Sebelumnya, Jokowi meminta agar istri dari aparat TNI-Polri tak asal mengundang penceramah yang ternyata berpaham radikal.
Baca Juga:
Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Papua Barat Daya, Ini Peran Kesbangpol dan FKPT
"Sejak awal kami (BNPT) sudah menegaskan bahwa persoalan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini karena sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme," kata Direktur Pencegahan BNPT Ahmad Nurwakhid kepada wartawan, Sabtu (5/3).
Ia menyebutkan bahwa radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme. Upaya tersebut, kata dia, dilakukan dengan memanipulasi dan mempolitisasi agama.
Nurwakhid menyebut peringatan yang disampaikan oleh Jokowi tersebut harus ditanggapi serius seluruh Kementerian, lembaga pemerintahan dan masyarakat.
Baca Juga:
Tangkal Paham Radikal dan Teroris, BNPT Bentuk FKPT di Papua Barat Daya
Nurwakhid mengatakan, penceramah radikal dapat terdeteksi melalui beberapa indikator yang tergambar dari isi materi yang disampaikan.
Pertama, kata dia, penceramah itu mengajarkan anti-Pancasila dan pro terhadap ideologi khilafah atau yang ingin mendirikan negara Islam.
Kemudian, penceramah itu biasanya mengajarkan paham takfiri atau mengafirkan pihak lain yang berbeda paham ataupun agama.
Lalu, mereka menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah.
"Dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks," jelas dia.
Keempat, para penceramah itu memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungannya. Mereka dinilai bersikap intoleransi terhadap perbedaan.
Lalu terakhir, kata NURWAKHID, "mereka biasanya berpandangan anti budaya atau kearifan lokal keagamaan. Nurwakhid meminta agar masyarakat tak mencirikan penceramah dengan hanya pada berpatok pada penampilannya. Melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan dan keragaman," jelas dia.
Kelompok radikal, kata dia, bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi dan doktrin yang ditanamkan ke tengah masyarakat.
Biasanya, mereka melakukan strategi dengan menghilangkan dan menyesatkan sejarah bangsa Indonesia.
Lalu menghancurkan budaya lokal, hingga mengadu domba anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA.
BNPT beranggapan, cara itu dilakukan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan kebudayaan luhur bangsa.
"Inilah yang harus menjadi kewaspadaan kita bersama dan sejak awal untuk memutus penyebaran infiltrasi radikalisme ini salah satunya adalah jangan asal pilih undang penceramah radikal ke ruang-ruang edukasi keagamaan masyarakat," kata dia.
Sebelumnya, Jokowi meminta agar istri aparat TNI-Polri dapat menjaga disiplinnya dengan tidak asal mengundang penceramah agama ke acara-acara tertentu.
Ia meminta agar pemanggilan penceramah itu dikoordinasikan terlebih dahulu untuk meminimalisir penyebaran paham radikal.
"Sekali lagi, di tentara, polisi, enggak bisa seperti itu. Harus dikoordinir oleh kesatuan. Makro dan mikronya harus kita juga. Tahu-tahu undang penceramah radikal, hati-hati," kata Jokowi, Selasa (1/3).
Polri dan TNI pun sepakat terkait arahan tersebut. Mereka bakal mengarahkan kepada jajaran kewilayahan untuk dapat menjaga kedisiplinan terkait pemanggilan penceramah yang dilakukan oleh keluarga. [bay]