Berdasarkan data hujan selama Dasarian I Juni 2025 (sepuluh hari pertama), BMKG mendapati bahwa sekitar 72 persen wilayah Indonesia menunjukkan sifat hujan normal, 23 persen lebih kering dari biasanya, dan 5 persen masih mencatat curah hujan di atas rata-rata.
Ini menunjukkan adanya awal pergeseran ke musim kemarau, meski belum merata secara spasial.
Baca Juga:
Siap-siap! BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem pada Sabtu–Minggu, Ini Daerah yang Harus Waspada
Wilayah seperti Sumatera dan Kalimantan telah mengalami beberapa dasarian berturut-turut dengan curah hujan di bawah normal. Sebaliknya, daerah selatan Indonesia masih mencatat curah hujan tinggi selama April-Mei.
BMKG juga mengantisipasi bahwa curah hujan di atas normal akan terus berlanjut di sejumlah wilayah hingga Oktober 2025, memperkuat proyeksi bahwa musim kemarau tahun ini akan lebih singkat dari biasanya.
Dwikorita menjelaskan bahwa fenomena curah hujan tinggi saat musim kemarau memiliki dampak ganda. Bagi petani padi, kondisi ini menguntungkan karena pasokan air untuk irigasi tetap tersedia.
Baca Juga:
Zona Deformasi Indo-Australia Aktif Lagi! BMKG Ungkap Pemicu Gempa Garut
Namun, bagi petani hortikultura seperti cabai, tomat, dan bawang, risiko penyakit tanaman meningkat karena kelembapan tinggi.
“Kami mendorong petani hortikultura untuk mengantisipasi kondisi ini, yakni dengan menyiapkan sistem drainase yang baik dan perlindungan tanaman yang memadai,” jelasnya.
Dwikorita juga mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan seluruh elemen, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat, dalam menghadapi dinamika iklim global yang semakin tidak menentu.