WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus memperkuat langkah percepatan penanggulangan penyakit tuberkulosis (TBC) di daerah, khususnya di delapan provinsi dengan angka kasus tertinggi.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi nasional untuk mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030, sejalan dengan upaya meningkatkan capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan di seluruh Indonesia.
Baca Juga:
Bima Arya: Penyesuaian TKD Tetap Perhatikan Standar Pelayanan Minimal
Arifin Efendi Hutagalung, Koordinator Substansi Kesehatan pada Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen Bina Bangda) Kemendagri, menjelaskan bahwa sejumlah provinsi menunjukkan capaian signifikan dalam penanggulangan TBC.
“Capaian indikator SPM tertinggi dalam penanggulangan TBC berada di Provinsi Banten dengan 94 persen, disusul Jawa Timur 88 persen, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) 80 persen,” ungkapnya.
Menurut Arifin, beberapa daerah lain juga menunjukkan kemajuan yang cukup baik meski masih perlu ditingkatkan.
Baca Juga:
Kemendagri Fokuskan Anggaran untuk Layanan Publik, Investasi, dan Pembangunan Perbatasan
“Sementara Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masing-masing berada di kisaran 73 hingga 74 persen. Di Sumatra Utara capaian masih 65 persen, sedangkan di Jawa Barat baru 56 persen. Ini menjadi perhatian bersama agar target nasional dapat tercapai,” ujarnya dalam paparan yang dikutip InfoPublik, Selasa (21/10/2025).
Arifin juga memaparkan bahwa progres penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) dan pembentukan Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis (TP2TB) di tingkat provinsi mengalami peningkatan signifikan.
Hingga awal Oktober 2025, seluruh provinsi telah mencapai 100 persen dalam penyusunan RAD maupun pembentukan TP2TB.
“Pada level kabupaten/kota, capaian RAD meningkat dari 30,6 persen pada 30 Juni menjadi 54,2 persen di awal Oktober 2025. Untuk TP2TB kabupaten/kota, meningkat dari 43,5 persen menjadi 90,47 persen. Ini kemajuan yang patut diapresiasi,” jelasnya.
Meski begitu, Arifin menegaskan masih ada sejumlah wilayah yang perlu perhatian khusus, terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dari 22 kabupaten/kota di provinsi tersebut, masih terdapat 20 daerah yang belum membentuk RAD TBC serta tujuh daerah yang belum menetapkan SK TP2TB.
“Kami harap pemerintah daerah di NTT segera menuntaskan penyusunan dokumen dan struktur kelembagaan yang diperlukan agar pelaksanaan program bisa berjalan optimal,” tegas Arifin.
Kondisi serupa juga ditemukan di beberapa daerah lain. Di Jawa Timur, tercatat 16 kabupaten/kota belum membentuk RAD TBC, di antaranya Bangkalan, Banyuwangi, Lamongan, Malang, dan Kota Probolinggo.
Sementara di Sumatra Utara, 19 kabupaten/kota masih dalam tahap penyusunan, termasuk Langkat, Nias, dan Tapanuli Utara.
Untuk Sulawesi Selatan, meskipun seluruh kabupaten/kota telah memiliki SK TP2TB, masih ada daerah yang belum menyusun RAD, seperti Bone, Bulukumba, Jeneponto, dan Tana Toraja.
"Data ini kami tarik langsung dari Sistem Informasi Tuberkulosis Indonesia (SITB). Kemendagri mendorong agar seluruh daerah mempercepat penetapan kebijakan dan memperkuat koordinasi lintas sektor dalam menurunkan kasus TBC,” jelasnya.
Lebih lanjut, Arifin menilai bahwa keberhasilan sejumlah provinsi menjadi bukti nyata pentingnya komitmen dan kepemimpinan kepala daerah.
“Kuncinya ada pada kepemimpinan daerah dan kolaborasi lintas sektor. Semakin cepat kebijakan daerah terbentuk, semakin cepat pula manfaat program penanggulangan TBC bisa dirasakan masyarakat,” tuturnya.
Kemendagri menegaskan komitmennya untuk terus bersinergi dengan Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, serta berbagai pemangku kepentingan lainnya dalam mempercepat penanggulangan TBC di Indonesia.
Program ini tidak hanya menyasar penurunan angka penyakit, tetapi juga peningkatan kualitas layanan kesehatan dasar di daerah.
“Pemerintah pusat dan daerah harus bergerak seirama. Eliminasi TBC 2030 bukan hanya target kesehatan, tapi juga wujud komitmen bersama dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” pungkas Arifin.
Sebagai bagian dari kampanye nasional, Kemendagri turut mengajak seluruh pemerintah daerah dan masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam deteksi dini, pengobatan tuntas, serta edukasi publik tentang bahaya TBC.
Melalui sinergi yang kuat dan langkah nyata di setiap level pemerintahan, cita-cita Indonesia bebas TBC pada tahun 2030 diyakini dapat terwujud.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]