WahanaNews.co | Peran
pemerintah daerah (pemda) dalam mengawasi dan mengendalikan maraknya
perdagangan anjing dari Jawa ke Sumatera dipertanyakan. Mereka dituntut untuk ambil
peran dengan menerbitkan peraturan daerah (perda).
Baca Juga:
JPU Tuntut Donal Hariyanto dengan Pidana 1,5 Tahun Penjara atas Penyeludupan Anjing
Pemerintah mensinyalir banyak terjadi pelanggaran dalam
perdagangan dan pemotongan anjing untuk konsumsi, terutama menyangkut
kesejahteraan hewan.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen Peternakan
dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan) Syamsul Maarif
mengatakan, perdagangan peredaran daging anjing termasuk kategori ilegal.
"Sehingga menjadi target pengawasan dan penindakkan aparat penegak hukum," kata
Syamsul Maarif saat webinar Pengawasan Lalu Lintas Perdagangan Anjing
Jawa-Sumatera yang di selenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) Jakarta,
Minggu (8/11/2020).
Karena mempertimbangkan budaya, etnis dan unsur SARA (suku,
agama, ras dan antar golongan), Syamsul mengharapkan pemda turun tangan dengan
membuat perda. Misalnya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Karanganyar, Jawa Tengah (Jateng). "Kasus Karanganyar didukung Bupati, tapi di
Solo walikotanya tidak melakukan hal yang sama," katanya.
Baca Juga:
Akibat Gigitan Anjing Rabies, 29 Warga NTT Tewas Mayoritas Balita-Anak
Menurutnya, ada beberapa alasan masyarakat mengonsumsi
anjing. Di antaranya terkait budaya, kepercayaan, mitos, ada juga untuk obat.
Alasan lainnya karena sudah menjadi kultur, budaya masyarakat seperti di
Sulawesi Utara, Maluku, Yogyakarta, Solo dan Sumatera Utara. "Konsumsi daging
anjing juga masih terjadi di negara-negara seperti China, Vietnam, Laos,
Kamboja dan Korea," ujarnya.
Syamsul melihat dalam perdagangan anjing ternyata banyak
penyimpangan, khususnya aspek kesejahteraan hewan, terutama transportasi dan
proses pemotongan. Kondisi tersebut berdampak pada aspek zoonosis (kesehatan
hewan) dan keamanan pangan.
Perdagangan anjing tersebut diakui Syamsul kemudian
menimbulkan banyak protes dari kalangan pencinta hewan. Mereka mengirim surat
langsung ke Presiden dan Menteri Pertanian. Semua protes itu seolah-olah
pemerintah tidak berupaya menghalangi perdagangan dan konsumsi anjing. "Dari luar
negeri juga protes terjadi pelanggaran kesejahteraan hewan saat pemotongan
hewan," ujarnya. [dhn]