WAHANANEWS.CO, Jakarta – Inspektur Jenderal Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Heri Jerman menyatakan kementerian telah menyerahkan 14 nama-nama pengembang nakal atau yang tidak memenuhi standar dalam membangun rumah subsidi kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Itu nama-nama yang saya ajukan ke BPK, tapi maaf tidak untuk dibuka," ujar Heri saat dihubungi Tempo, Minggu (16/2/2025).
Baca Juga:
Apple Digugat Rp 16 Triliun oleh 1.500 Pengembang
Melansir Tempo.co, Rabu (19/2/2025), Heri mengatakan kementeriannya berkomitmen untuk meningkatkan kualitas rumah subsidi demi kenyamanan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Ia juga mengapresiasi para pengembang yang tetap menjaga integritas dalam membangun hunian yang layak.
"Kementerian PKP menginginkan rumah bersubsidi semakin berkualitas demi kenyamanan hidup yang layak bagi MBR. Saya yakin masih banyak pengembang yang memiliki komitmen dan integritas dalam membangun dengan kesungguhan," kata Heri.
Baca Juga:
Warga SP Land Marina Batam Apresiasi Bantuan PSU Rumah Subsidi Pemerintah
Temuan ini memperkuat kekhawatiran publik terkait maraknya rumah subsidi yang dibangun dengan kualitas rendah, mulai dari konstruksi yang rapuh hingga infrastruktur yang minim. Namun, Heri menegaskan, pengembang yang bertanggung jawab tetap menjadi mayoritas dalam program ini.
Kementerian PKP terus melakukan pengawasan ketat terhadap proyek-proyek perumahan bersubsidi guna memastikan setiap hunian yang dibangun benar-benar sesuai dengan standar kelayakan.
Sebelumnya, Heri mengatakan ada 14 pengembang rumah subsidi di wilayah Jabodetabek yang akan dilaporkan ke BPK.
Pengembang-pengembang tersebut, kata dia, telah membangun sekitar 1.000 hingga 1.200 rumah subsidi. Heri pun mengancam tidak lagi memberi jatah kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
“Mudah-mudahan dengan adanya permohonan saya sebagai Irjen kepada BPK, bisa kami wujudkan tata kelola yang lebih baik lagi,” kata Heri di kantornya, Kamis, 13 Februari 2025.
Sebab, ia menyatakan pemerintah berkomitmen menyediakan hunian layak bagi masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Sementara, dengan adanya pembangunan rumah tidak layak, masyarakat yang akan dirugikan.
“Contohnya ada danau, elevasi ketinggiannya tidak diperhatikan, komplek perumahan lebih rendah dari danau itu, air tidak bisa menngalir ke situ sehingga membuat genangan,” ujar dia.
“Apa jadinya kalau bertahun-tahun tinggal di tempat itu kalau tidak nyaman,” tuturnya.
[Redaktur: Alpredo Gultom]