"Secara keturunan, Puan merupakan anak seorang Datuak
dari Nagasi Sabu, Tanah Datar. Bahkan menurut berbagai sumber, neneknya pun
juga berasal dari pesisir Minangkabau," jelas Raudah.
Raudah menjelaskan pakaian tangkuluak tanduak itu
menunjukkan kebesaran, kemegahan, dan kemuliaan perempuan di Minangkabau.
Kehormatan dan kebesaran perempuan Minangkabau ditunjukkan melalui pakaian yang
ia kenakan. Pakaian yang menunjukkan perempuan minang tidak berada di bawah
otokrasi suaminya. Perempuan minang di manapun berada akan berpakaian sesuai
dari asal nagarinya masing-masing, di mana tempat kerajaannya yang
sesungguhnya.
Baca Juga:
DPR Tunda Proses Capim dan Dewas KPK, Tunggu Pengumuman Kabinet Baru
"Di Minang, perempuanlah yang memiliki harta pusaka,
bapandam bapakuburan. Sehingga tidak terpengaruh dari budaya yang dibawa oleh
suaminya, oleh karena itu, ia tetap menggunakan pakaian kebesaran nagari tempat
ia berasal," jelas Raudah Thaib.
Setiap nagari, menurut Raudhah Thaib, memiliki pakaian adat
yang berbeda-beda. Ketika perempuan minang menikah bukan dengan orang yang
berasal dari nagari yang sama, maka si perempuan itu akan mudah dikenali dari
mana ia berasal melalui pakaian yang ia kenakan.
"Memiliki harta pusaka yang tidak terikat dengan nasal
suaminya berada, sehingga dia memiliki marwah dan martabatnya sendiri"
tegas Raudah.
Baca Juga:
DPR Restui Pemberhentian Budi Gunawan, Herindra Resmi Jabat Kepala BIN
Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy mengaku bangga dan
menyebut Puan terlihat cantik dan anggun dengan busana tersebut.
"Bu Puan terlihat makin cantik dengan busana
tersebut," kata Audy di Istana Gubernuran Sumbar.
Audy sangat yakin Puan Maharani sangat bangga mengenakan
busana Minang, karena punya garis keturunan dari Minangkabau. Kebanggaan yang
sama juga