WAHANANEWS.CO, Jakarta - Parpol dan DPR kembali disorot tajam lantaran dianggap hanya bereaksi sesaat untuk meredam gelombang protes publik, bukan menyentuh akar persoalan yang sesungguhnya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai langkah DPR, partai politik, dan Presiden dalam merespons tuntutan rakyat masih sekadar reaktif.
Baca Juga:
DPP Golkar Nonaktifkan Adies Kadir Usai Pernyataan Kontroversial soal Tunjangan DPR
Menurut Lucius, pemangkasan tunjangan, moratorium kunjungan kerja, hingga penonaktifan anggota DPR yang menuai kontroversi belum mengarah pada solusi mendasar.
“Komitmen hingga keputusan dari parpol, DPR, hingga presiden sejauh ini bisa kita kategorikan sebagai langkah reaktif untuk meredakan situasi. Jadi sebagai langkah reaktif, keputusan menghapus tunjangan perumahan dan juga penyesuaian tunjangan lain, moratorium kunker, kita bisa memahami,” ujar Lucius, melansir Kompas, Minggu (7/9/2025).
“Akan tetapi setelah bereaksi untuk menenangkan situasi, DPR, parpol, dan Presiden tak boleh merasa puas, lalu menganggap semuanya sudah teratasi,” sambungnya.
Baca Juga:
Gubernur Jambi Imbau Warga Tak Terprovokasi, Tegaskan Pentingnya Stabilitas Keamanan dan Ekonomi
Dia menilai, akar masalah ketidakpuasan publik adalah kegagalan DPR menjalankan peran sebagai lembaga representasi rakyat.
Fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan yang semestinya dijalankan justru “dibelokkan” oleh dominasi partai politik.
“Dalam praktiknya, fungsi mendasar sebagai representasi rakyat itu semacam dilupakan oleh DPR. Itu bukan sekadar kekhilafan sesaat, tetapi dibuat melalui rekayasa sistem politik, sistem demokrasi yang dituangkan dalam UU Politik, yakni UU Parpol, UU Pemilu, UU MD3,” kata Lucius.