WahanaNews.co | Warga yang menolak adanya tambang illegal, menyegel sejumlah alat berat di lokasi tambang illegal, di kawasan Jalan Kalan Luas, Kelurahan Makroman, Samarinda, Kalimantan Timur. , Sabtu (24/9/2022)
"Ini merupakan bentuk protes kami atas terganggunya lahan pertanian karena aktivitas pertambangan illegal," ujar Baharuddin, Ketua Kelompok Tani Tunas Muda.
Baca Juga:
Kasus Penembakan di Solok Selatan, Polisi Cek CCTV Buat Jadi Barbuk
Tiga kelompok tani itu ialah Tunas Muda, Harapan Baru dan Karang Anyar. Bahkan, kaum ibu rumah tangga juga tak mau ketinggalan.
Pasalnya, lahan sawah yang hilang karena aktivitas lancung tersebut mencapai 10 hektare (ha). Jika praktik tambang ilegal ini terus dibiarkan, Bahar menilai lahan 80 ha lainnya juga bisa dikuasai.
"Jarak dari kawasan pertanian dari tambang ilegal ini sekitar 20 meter. Itu sangat dekat dan merugikan," cetus dia.
Baca Juga:
Seluruh Komoditas Produk Pertambangan yang Dikenakan Bea Keluar Alami Kenaikan Harga pada November 2024
Di lokasi aksi ini, kata dia, barang bukti masih terlihat jelas. Tumpukan batu bara juga ada. Namun dia dan kawan-kawannya heran, mengapa petugas yang berwenang enggan bergerak untuk mengamankan kawasan tersebut. Padahal, dirinya sudah melaporkan perkara ini pada 8 Agustus 2022.
"Memang sempat berhenti empat hari, setelah itu beroperasi lagi. Bahkan kawasan pertanian kelompok tani yang lain ikut disasar," sebutnya.
Persoalan tambang di Makroman ini bukan perkara baru. Baharuddin ingat benar pada 2008 lalu, saat perusahaan tambang mulai masuk ke kawasan tersebut. Meski berizin, pihaknya tetap menolak. Sebab warga merasa dirugikan. Paling nyata ialah tambak miliknya harus gulung tikar karena tercemar akibat pertambangan.
"Padahal ikan-ikan dari tambak saya banyak peminatnya. Tapi usaha tersebut tak bisa dilanjutkan karena tambang," tuturnya.
Kendati demikian, dia dan kawan-kawannya tetap setia mengawal agar kegiatan pertambangan tak dilakukan dekat kawasan pertanian. Dan selama 10 tahun protes, akhirnya perusahaan itu angkat kaki pada 2018.
"Tapi enggak lama setelah itu, penambang-penambang ilegal mulai masuk. Sampai sekarang," akunya.
Dia berharap kepolisian, Pemkot Samarinda, dan Pemprov Kaltim bisa menyelesaikan persoalan ini.
Pasalnya, kata dia, Makroman juga merupakan lumbung padi bagi Samarinda.
"Saya sudah mengalami bertahun-tahun, sampai macet itu tambak saya. Kami enggak mau lagi itu terjadi dengan sawah atau kebun," pungkasnya. [rsy]