WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mencabut izin delapan perusahaan yang diduga menjadi pemicu utama banjir bandang dan longsor besar yang melanda Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh pada Thursday (3/12/2025).
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bahwa pihaknya mulai menelusuri akar persoalan banjir dan longsor dari aspek perizinan dan memutuskan untuk menarik kembali izin operasional perusahaan yang beraktivitas di tiga wilayah terdampak dan akan mengkaji ulang seluruh dokumen lingkungannya.
Baca Juga:
Pemulihan dan Kepedulian: PLN Kirim Genset serta Sembako bagi Korban Banjir Sumatera
“Mulai dari sisi korporasi tentu kami mulai hari ini akan menarik kembali semua persetujuan lingkungan dari dokumen lingkungan yang ada di daerah-daerah bencana,” kata Hanif usai rapat di Komisi XII DPR.
Hanif menjelaskan bahwa saat ini terdapat tujuh dari delapan perusahaan yang sudah terdata, sementara satu perusahaan lainnya sebenarnya belum aktif beroperasi namun tetap menjadi bagian dari penyelidikan.
“Saat ini baru terdata tujuh dari delapan, delapannya sebenarnya belum aktif tapi kami akan dalami lagi, jadi ini yang di Batang Toru ya, tetapi tentu kita harus adil,” ujarnya.
Baca Juga:
Senpi Macet Ditemukan saat Penangkapan Sopir Taksi Online Pelaku Pemerkosaan
Hanif menegaskan bahwa delapan perusahaan tersebut telah dipanggil untuk memberikan keterangan pada Monday (8/12/2025) mendatang dan mereka akan menjalani pemeriksaan oleh Deputi Penegakan Hukum (Gakkum) KLH.
Menurut Hanif, pendekatan hukum pidana juga kemungkinan akan diterapkan dalam penanganan kasus ini mengingat jumlah korban yang muncul akibat bencana tersebut tergolong banyak.
“Karena ini sudah menimbulkan korban jiwa maka pendekatan pidananya akan muncul,” katanya.
Hanif menduga kegiatan operasional sejumlah perusahaan di Sumbar, Sumut, dan Aceh turut memperparah anomali cuaca dan intensitas hujan, terutama karena dari total 340 ribu hektare kawasan hutan, sekitar 50 ribu hektare di bagian hulu kini berubah menjadi lahan kering.
“Dari 340 ribu hektare mungkin 50-an ribu di hulunya itu dalam bentuk lahan kering, tidak ada pohon di atasnya sehingga begitu hujan sedikit ya sudah kita bayangkan,” ujarnya.
[Redaktur: Sandy]