WahanaNews.co | Banjir besar yang terjadi di Kalimantan Selatan pada 12 Januari
2021 menimbulkan perdebatan panjang.
Para pegiat lingkungan hidup
mengklaim, banjir di 10 kabupaten/kota di Kalsel itu dampak dari alih fungsi
lahan.
Baca Juga:
Tim Pakar ULM Kaji Banjir Kalsel
Berdasarkan catatan Sajogyo Institute,
secara keseluruhan, setengah wilayah Kalsel telah dikuasai perusahaan ekstraktif,
atau dari 3,7 juta hektare luas Kalsel, 50 persen wilayahnya telah dibebani
perizinan industri ekstraktif perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batu
bara.
Mudahnya perizinan disinyalir membuat
alih fungsi lahan terus terjadi.
Di bidang pertambangan saja, misalnya, pemerintah pusat dan daerah memiliki berbagai regulasi,
mulai dari Izin Usaha Pertambangan (IUP), Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Baca Juga:
Banjir Kalsel: PLN Sukses Nyalakan 99,9% Gardu
Greenpeace Indonesia pun, dalam laman resminya, menyayangkan
regulasi pemerintah yang justru memudahkan pengusaha batu bara.
Regulasi seperti UU Minerba dan UU
Cipta Kerja berpotensi memberi hak istimewa pada usaha
tambang.
Kebijakan itu seolah berseberangan
dengan kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Tumpang Tindih
Hasil riset Wahana Lingkungan Hidup
(Walhi), melalui analisis tumpang tindih izin tambang dengan penggunaan
lahan di Kalsel, mencatat, dari total izin tambang
seluas 1.183.430,90 hektare, sebanyak 8.777,38 hektare berada di wilayah
pemukiman, 251.726,03 hektare berada di wilayah pertanian dan perikanan,
464.921,00 hektare masuk di kawasan hutan, dan seluas 46.789, 00 hektare izin
tambang berada di Wilayah Adat.
Catatan itu menunjukkan banyaknya
wilayah tambang yang berada di atas ruang hidup masyarakat.
Eksplorasi tambang batu bara di
Kalimantan Selatan, erat kaitannya dengan nama-nama konglomerat asal sana.
Wilayah tersebut bahkan dikenal
sebagai kampunya haji kaya raya dengan sebutan "Haji Batu Bara".
Mengutip dari Sajogyo Institute karya almarhum Tommy Apriando berjudul Emas Hitam Dalam Cengkeraman Para Haji: Dari Pesta Pora, Kuasa Modal,
Hingga Ancaman Meratus, sejumlah nama pengusaha batu bara bergelar haji
mendominasi bisnis batu bara di Kalsel.
Mereka hidup mewah bergelimang harta
di tengah kerusakan lingkungan dan kemiskinan masyarakat sekitarnya.
Deretan konglomerat bergelar
"Haji Batu Bara" di sana, antara lain, Muhammad Hatta atau biasa disapa Haji Ciut, Abdussamad Sulaiman
atau kerap dipanggil Haji Leman, Zaini Mahdi yang akrab disapa Haji ljai,
Muhammad Ramlan dikenal Haji Ramlan, dan satu lagi sosok haji yang paling
dikenal di Tanah Bumbu, yakni Andi Syamsuddin Arsyad atau dikenal Haji Isam.
Sepak Terjang "Haji Batu Bara"
Andi Syamsuddin Arsyad merupakan CEO
Jhonlin Group yang memiliki tambang batu bara seluas lebih dari 13 ribu
hektare.
Sebagian besar masyarakat di
Kalimantan Selatan mengenal konglomerat ini dengan sebutan Haji Isam.
la dan keluarganya bahkan dikenal
sebagai pengusaha kelas kakap di tingkat nasional.
Sajogyo Institute mengungkap, melalui
perusahaanya, Haji Isam bisa menambang hingga 400
ribu ton batu bara per bulan dan meraup omzet hingga Rp 40 miliar
per bulan.
Kini, pengusaha
yang mengawali karirnya sebagai supir truk tersebut, punya lini bisnis yang
menggurita.
Jhonlin Group ini memiliki beberapa
lini bisnis dan unit usaha yang bergerak di berbagai bidang, sebut saja PT
Jhonlin Baratama, PT Jhonlin Marine and Shipping, hingga PT Jhonlin Air
Transport.
Ada lagi PT Jhonlin Agro Mandiri, yang menjadi lini bisnis penting Haji Isam di bidang pengolahan
karet dan minyak sawit mentah.
Selain itu, ia juga ternyata memiliki
penyewaan jet pribadi yang jumlahnya cukup banyak untuk dijadikan bisnis baru.
Hobinya di dunia balap offroad membuat Haji Isam serius
membentuk tim bernama Jhonlin Racing Team.
Ia bahkan rela merogoh kocek cukup
dalam demi menginvestasikan banyak mobil seharga miliaran rupiah hingga
mesin-mesin bengkel canggih untuk timnya.
Selain dia, "Haji Batu Bara"
lainnya yang tak kalah tenar adalah Haji Ciut.
Ia merupakan raja tambang batu bara
dari Tanah Banua, plus salah satu pemilik PT Batu Gunung Mulia Binuang.
Perusahaan itu konon sanggup
memproduksi 2 juta ton batu bara dalam setahun.
Namanya mulai mencuat ke publik usai
pernikahan anaknya yang luar biasa heboh di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin,
Kalimantan Selatan.
Pesta tersebut berlangsung 10 hari
tanpa henti. Tidak tanggung-tanggung, pengantinnya diarak menggunakan mobil
mewah harga miliaran.
Pria kaya raya itu juga menggelar
hajatan bertema Gemerlap Hiburan Rakyat
dengan mengundang Rhoma Irama, Ayu Ting Ting, Afgan, Zaskia Gothic, Wali Band,
Team Lo, dan lainnya.
Sebagai seorang yang tajir melintir,
Haji Ciut juga dikabarkan memiliki rumah istana dan koleksi mobil yang
fantastis.
Ada lagi Haji Zaini Mahdi atau yang
akrab dipanggil Haji ljai. Ia merupakan kakak kandung dari Haji
Ciut yang juga bagian dari PT Batu Gunung Mulia.
Kedua bersaudara ini acap kali disebut
sebagai ikon Kota Binuang.
Walau izin pertambangan PT Batu Gunung
Mulia sempat habis pada 2014 silam, kedua kakak beradik ini tak menghentikan
bisnis batu baranya.
Keduanya mendirikan PT Binuang Mitra
Bersama untuk mendapat izin baru.
Para "Haji Batu Bara" ini
juga tidak hanya mengantongi izin pertambangan, mereka mengantongi trading.
Artinya, mereka juga bisa melakukan
jual-beli batu bara. Tak heran kalau keduanya dikabarkan punya rumah
yang di dalamnya ada helipad.
Klien tetap mereka, di antaranya, PT Kalimantan Prima Persada atau KPP (anak usaha dari PT Pama Persada Nusantara), PT Pama Persada
Nusantara, Semen Indonesia, PLN, dan industri lainnya.
Izin Tambang Kuasai Hutan
Jika menilik ancaman dari maraknya
pertambangan terhadap kerusakan lingkungan di kalimantan Selatan, hal itu bisa dilihat dari beberapa
laporan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel.
Berdasarkan laporannya, seluas 399
ribu hektare atau 41 persen dari 984.791 hektare kawasan hutan di Kalsel telah
dikuasai izin tambang.
Dengan demikian, 41 persen hutan di
Pegunungan Meratus dan hutan lainnya di Kalsel dibebani izin tambang.
Faktanya, dalam kawasan hutan tersebut
terdapat sungai, yang selama ini menjadi salah sebuah tumpuan hidup sebagian
besar masyarakat.
Hal tersebut juga menjadi ancaman
serius bagi kelestarian sumber daya air di Kalsel.
Bahkan,
diperkirakan ratusan kilometer sungai sudah berubah menjadi areal pertambangan.
Tidak hanya sumber air. Pertambangan
juga telah mengancam kawasan pegunungan Meratus.
Kini, tambang telah menguasai 33
persen luas Kalimantan Selatan dan 17 persen lainnya dikuasai izin perkebunan.
Hal itu diperburuk dengan data
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) melalui citra setelit.
Mereka melaporkan penemuan sebanyak
814 lubang di Kalimantan Selatan milik 157 perusahaan tambang batu bara.
Sebagian lubang berstatus tambang
aktif, dan sebagian lagi telah ditinggalkan tanpa reklamasi.
Lalu, apakah tambang jadi penyebab
kerusakan lingkungan, termasuk salah satunya banjir?
Menteri LHK: Anomali Cuaca
Pemerintah pun buka suara terkait
tudingan banjir yang diakibatkan alih fungsi lahan, termasuk karena maraknya
tambang batu bara.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(LHK), Siti Nurbaya Bakar, menepis informasi jika banjir di Kalsel akibat
hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito yang menyempit.
"Ada simpang siur informasi, terlebih banyak data tidak valid yg sengaja
dikeluarkan beberapa pihak. KLHK selaku pemegang mandat walidata pemantauan
sumber daya hutan, menjelaskan, penyebab banjir Kalsel anomali cuaca dan bukan
soal luas hutan di DAS Barito wilayah Kalsel," cuit Siti Nurbaya di akun Twitter resminya, @SitiNurbayaLHK, Rabu (21/1/2021).
Dia pun mengklaim hulu DAS Barito di
Kalimantan secara keseluruhan masih terjaga dengan baik, yakni seluas 6,2 juta
hektare.
Sementara itu, DAS Barito yang
sebagian berada di wilayah Kalsel seluas 1,8 juta hektare.
Menurutnya, perhatian perlu diberikan
pada daerah hulu DAS Barito, karena 94.5 persen dari total wilayah Hulu DAS
Barito berada dalam kawasan hutan.
"Menggunakan data tahun 2019,
sebesar 83,3 persen hulu DAS Barito bertutupan hutan alam dan sisanya 1,3
persen adalah hutan tanaman. Dalam hal ini hulu DAS Barito masih terjaga baik,"
ujar politikus Partai NasDem ini.
Perempuan berusia 64 tahun itu juga
menjelaskan, bagian dari DAS Barito yang berada di wilayah Kalsel hanya
mencakup 40 persen kawasan hutan dan 60 persen lagi adalah Areal Penggunaan
Lain (APL) atau bukan kawasan hutan.
Sementara itu, lanjut dia, kondisi DAS
Barito di wilayah Kalsel tidak sama dengan DAS Barito Kalimantan secara
keseluruhan.
Sebab, DAS Barito di Kalsel berada di
lahan untuk masyarakat atau APL, yang didominasi oleh pertanian lahan kering
dan sawah serta kebun.
"Kejadian banjir pada DAS Barito
di wilayah Kalsel tepatnya berada pada Daerah Tampung Air (DTA) Riam Kiwa, DTA
Kurau, dan DTA Barabai karena curah hujan ekstrem, dan sangat mungkin terjadi
dengan recurrent periode 50-100 tahun," kata alumni IPB Bogor tersebut.
Siti pun menjelaskan lebih rinci,
penyebab utama banjir di Kalsel akibat intensitas hujan yang sangat tinggi
selama lima hari berturut-turut, yakni 9-13 Januari 2021.
Dalam kurun waktu tersebut, kata dia,
intensitas hujan sembilan kali lipat dari biasanya.
Hal itu dinilainya jadi penyebab debit
air yang masuk ke DAS Barito jadi besar, yakni mencapai 2,08 miliar meter
kubik, sementara daya tampung sungai hanya mencapai 238 juta meter kubik.
Tak hanya soal itu, Siti pun
mengungkapkan faktor lain penyebab Banjir Kalsel.
Dia mengatakan, terdapat perbedaan
tinggi hulu-hilir sungai yang sangat signifikan, sehingga suplai air dari hulu
dengan kekuatan besar menyebabkan air keluar DAS Barito yang menyebabkan banjir
di 10 kabupaten/kota di Kalsel.
"Perlu juga diketahui, hasil
analisis menunjukkan penurunan luas hutan alam DAS Barito di Kalsel selama
periode 1990-2019 adalah sebesar 62,8 persen. Penurunan hutan terbesar terjadi
pada periode 1990-2000 yaitu sebesar 55,5 persen," ujar dia.
Sejak dia ditunjuk sebagai Menteri LHK
pada 2014, Siti mengklaim sudah melakukan rehabilitasi kawasan hutan secara
besar-besaran, salah satunya dengan menanam pohon di areal lahan kritis.
"Upaya lain untuk pemulihan
lingkungan dilakukan dengan memaksa kewajiban reklamasi atas izin-izin tambang.
Tindakan tegas juga dilakukan bersama Pemda, terutama pada tambang yang tidak
mengantongi izin," kata Siti menegaskan. [qnt]