WAHANANEWS.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memburu pihak yang diduga memberi perintah penghapusan pesan elektronik dalam perkara dugaan suap ijon proyek yang menyeret Bupati Bekasi Ade Kuswara bersama sejumlah pihak.
Temuan dugaan penghilangan jejak komunikasi itu terungkap setelah penyidik menyita sejumlah telepon genggam saat penggeledahan di kompleks perkantoran Pemerintah Kabupaten Bekasi pada Senin (22/12/2025).
Baca Juga:
Kabur Saat OTT, Pejabat Kejari HSU Terancam Masuk DPO KPK
"KPK akan menelusuri siapa pemberi perintah untuk menghilangkan jejak-jejak komunikasi tersebut," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Selasa (23/12/2025).
Budi menyebut dari rangkaian penggeledahan tersebut, penyidik turut menyita sejumlah dokumen yang berkaitan dengan proyek pengadaan tahun 2025 serta rencana pekerjaan pengadaan tahun 2026.
Ia menegaskan kegiatan penggeledahan belum berhenti dan masih akan dilanjutkan ke sejumlah lokasi lainnya.
Baca Juga:
KPK Ungkap Alasan Lakukan Tiga OTT dalam Sehari
"Hari ini kegiatan penggeledahan masih akan berlanjut ke titik-titik berikutnya," katanya.
Dalam perkara ini, KPK juga memproses hukum ayah Bupati Bekasi Ade Kuswara, yakni HM Kunang, serta seorang pihak swasta bernama Sarjan.
Selama kurun waktu satu tahun sejak Desember 2024, Ade Kuswara disebut rutin meminta ijon paket proyek kepada Sarjan melalui perantara HM Kunang dan pihak lainnya.
Total dana ijon yang diberikan Sarjan kepada Ade Kuswara bersama HM Kunang mencapai Rp9,5 miliar.
Pemberian uang tersebut dilakukan dalam empat kali penyerahan melalui sejumlah perantara.
Selain itu, sepanjang tahun 2025, Ade Kuswara diduga menerima aliran dana lain dari sejumlah pihak dengan total mencapai Rp4,7 miliar.
Para tersangka kini ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK untuk 20 hari pertama hingga 8 Januari 2026.
Ade Kuswara dan HM Kunang selaku pihak penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Sarjan selaku pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Dalam penanganan operasi tangkap tangan (OTT) kasus ini, KPK sempat menyegel dua rumah milik Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi Eddy Sumarman yang berada di wilayah Bekasi dan Pondok Indah.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan penyegelan dilakukan saat OTT di Kabupaten Bekasi pada Kamis (17/12/2025) karena ditemukan dugaan awal keterlibatan Eddy.
"Jadi, penyegelan itu dilakukan pada saat melakukan OTT, awalnya diduga pelaku tindak pidana korupsi," kata Asep.
Asep menyebut tim penyidik sempat gagal membawa Eddy bersama pihak-pihak lain yang terjaring OTT ke Gedung Merah Putih KPK.
Ia tidak memerinci kendala yang menyebabkan Eddy tidak dibawa ke KPK pada saat itu.
Setelah dilakukan gelar perkara atau ekspose bersama pimpinan KPK, keterlibatan Eddy dinilai tidak didukung oleh kecukupan alat bukti.
"Keterlibatan pihak ini tentunya turut kami bahas di dalam ekspose, tapi yang ditetapkan naik ke penyidikan adalah para terduga yang memang sudah memenuhi kecukupan alat buktinya," ujar Asep, Sabtu (20/12/2025).
Atas dasar itu, penyidik KPK memutuskan akan membuka kembali segel di rumah Eddy Sumarman.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]