WAHANANEWS.CO, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengatakan belum bisa memastikan waktu pemanggilan mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terkait dugaan korupsi pengadaan iklan di PT Bank Jabar Banten (BJB).
Pimpinan KPK menyerahkan semua pertimbangan penyelesaian perkara kepada penyidik, karena mereka yang mengetahui strateginya.
Baca Juga:
Kasus BJB: RK Masih Tunggu Giliran?
“Karena kan dari suatu perkara itu pasti ada yang diprioritaskan, mana kemudian ini bisa dikesampingkan, itu pertimbangan penyidik,” ujar Setyo dikutip dari metrotvnews, Jumat (25/4/2025).
Setyo juga memastikan Ridwan Kamil bakal diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di PT Bank BJB. Sebab, rumah dia sudah digeledah oleh penyidik, beberapa waktu lalu.
“Pastinya akan dilakukan karena konteksnya sudah dilakukan penggeledahan maka harus dipertanggungjawabkan dengan klarifikasi,” ungkapnya.
Baca Juga:
Rapor Merah Pendidikan: 78 Persen Sekolah dan 96 Persen Kampus Toleransi Budaya Menyontek
Sementara itu, motor Royal Enfield milik Ridwan Kamil sudah dibawa ke Jakarta pada Kamis, 24 April 2025. KPK akan mempublikasikan kendaraan itu hari ini.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni, Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi, Divisi Corsec BJB Widi Hartono, Pengendali Agensi Antedja Muliatana dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, Pengendali Agensi BSC Advertising dan WSBE Suhendrik, dan Pengendali Agensi CKMB dan CKSB Sophan Jaya Kusuma.
KPK sudah menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus ini. Salah satunya yakni rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
KPK menyita sejumlah dokumen terkait kasus ini dari rumah Ridwan Kamil. Selain itu, penyidik juga menggeledah Kantor BJB di Bandung.
Kasus ini membuat negara merugi Rp 222 miliar. Tindakan rasuah ini berlangsung pada 2021 sampai 2023. BJB sejatinya menyiapkan dana Rp 409 miliar untuk penayangan iklan di media TV, cetak, dan online.
Ada enam perusahaan yang diguyur uang dari pengadaan iklan ini. Rinciannya yakni, PT CKMB sebesar Rp 41 miliar, PT CKSB Rp 105 miliar, PT AM Rp 99 miliar, PT CKM Rp 81 miliar, PT BSCA Rp 33 miliar, dan PT WSBE Rp 49 miliar.
KPK menyebut penunjukan agensi tidak dilakukan berdasarkan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Lembaga Antirasuah mengendus adanya selisih pembayaran yang membuat negara merugi lebih dari dua ratus miliar rupiah.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]