WahanaNews.co | Kelompok-kelompok
aktivis buruh diminta memberikan perhatian pada pembahasan Rencana Peraturan
Pemerintah (RPP) yang merupakan aturan turunan bagi UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan.
Hal ini dinilai lebih
membawa manfaat bagi buruh dibandingkan terus melakukan aksi demonstrasi di
lapangan.
Baca Juga:
Anies Baswedan Kritik Kinerja Jokowi dalam Menurunkan Angka Pengangguran Dua Periode
"Sebenarnya kita juga
menyayangkan, aksi ini ujung dan tujuannya apa, karena jadi bias. Bicara hak
buruh, sebenarnya sudah diakomodir. Maka kami, sebagai bagian dari kelompok aktivis buruh, mengajak rekan-rekan kami yang lain untuk saatnya
kita fokus pada pembahasan RPP. Karena UU ini akan terus berjalan, dan kita harus ikut aktif dalam pembahasaan aturan
turunannya," kata Arnod Sihite,
Wakil Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Yoris Raweyai, kepada wartawan di Jakarta,
Kamis (22/10/2020).
Dijelaskan dia, saat
ini, di bawah koordinasi Kementerian Tenaga Kerja,
pihaknya sudah mulai membahas Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) terkait
hubungan kerja, waktu kerja,
waktu istirahat, dan
pemutusan hubungan kerja, juga pengupahan,
TKA, dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
"Kami yang sejak awal ikut
mengawal UU ini,
tentu tahu betul bagaimana proses negosiasinya, dan ini tentu tidak mudah mempertemukan segala
kepentingan, baik dari kami sebagai buruh maupun pengusaha dan
pemerintah, tapi ini yang terbaik. Sekarang kita fokus pada pembahasan RPP, dan lebih baik energi kita habiskan untuk ini
daripada kita terus demo yang justru banyak merugikan kepentingan nasional. Sebab,
jujur saja, aksi-aksi sekarang sangat bias, entah apa tujuannya,"
sambung Arnod.
Baca Juga:
Ganjar Pranowo Ungkap Pembicaraan dengan Buruh Brebes, Fokus pada Evaluasi UU Cipta Kerja
Dia menegaskan, dari banyak substansi yang dipersoalkan para buruh, hal itu sebenarnya bisa dibicarakan pada tingkat pembahasan
aturan turunannya.
"Katakan soal besaran
pesangon yang turun dari 32 kali jadi 25 kali, toh dalam UU yang baru
ditegaskan bahwa ada jaminan kehilangan pekerjaan jika seseorang di-PHK. Ini
hal baru yang tidak ada dalam UU sebelumnya. Jadi, meski dia kehilangan pekerjaan, tetapi dia bisa
mendapat BLT, akses lapangan kerja, berhak mendapat latihan kerja di saat
pekerja kehilangan pekerjaan. Jadi, ini
masalahnya di mana?" ungkapnya,
sambil menegaskan bahwa banyak rekan-rekan aktivis buruh yang sebenarnya
termakan hasutan dan provokasi terkait UU Cipta Kerja ini.
Indonesia, kata dia, sudah masuk ke jurang resesi, dan adalah tugas semua pihak, termasuk buruh, untuk mengatasi situasi yang ada sehingga tidak makin
memburuk.
"Maka, tentu saja,
ekosistem ekonominya harus kita jaga bersama. Jika demo terus berjalan, maka bagaimana
nasib para pekerja lain yang tetap ingin bekerja? Bagaimana jaminan keamanan
berusaha? Dalam situasi ekonomi terpuruk seperti saat ini, tentu kita harus bijak untuk memikirkan kepentingan
bersama nasional yang lebih besar. Karena kitalah yang bertanggungjawab untuk
mengatasi situasi sulit ini," tukasnya.
UU Cipta Kerja, kata dia,
memberikan ekosistem baru bagi dunia usaha, yang tentu berdampak bagi penyerapan tenaga kerja di
Indonesia.
"Dalam kondisi banyak
pengangguran,
tentu kita butuh penciptaan lapangan kerja baru. Ini yang harus sama-sama kita
sadari," sambungnya.
Meski demikian, pihaknya berharap agar Pemerintah dapat membangun
dialog terus menerus dan sosialisasi RUU Cipta Kerja
ini, terutama pada aktivis buruh, agar dalam penyusunan Peraturan Pemerintah (PP)
maupun Peraturan Presiden (Perpres) atau aturan pelaksanaan lainnya bisa
berjalan baik dan lancar.
"Jika kawan-kawan kami buruh merasa ada keberatan, toh dapat dilakukan
dengan prinsip supremasi hukum atau rule
of law, yaitu pihak yang merasa berkeberatan dengan materi UU Cipta Kerja
dapat menempuh jalur konstitusional ke Mahkamah Konstitusi. Dan saya rasa
pemerintah sangat terbuka terhadap setiap masukan, demi kebaikan dan kemajuan bangsa," pungkasnya. [qnt]