WahanaNews.co | Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menolak pasal dalam RUU tentang Kesehatan yang menyamakan pengelompokan hasil tembakau dengan narkotika sebagai zat adiktif.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 154 ayat (3) draf RUU Kesehatan. Bunyi pasal tersebut yakninakotika, psikotropika, minuman beralkohol, hasil tembakau, dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya dikelompokkan dan dilabeli sebagai zat adiktif yang penggunannya dapat menimbulkan kerugian bagi individu maupun masyarakat.
Baca Juga:
Polisi Ungkap Fauzan si Tukang Jagal di Muara Baru Sempat Kupas Jari Mayat Istri
Ketua LBM PBNU Mahbub Ma'afi mengatakan para tokoh NU telah membahas RUU tersebut dalam forum bahtsul masail bersama para kiai se-Indonesia di Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Purwakarta Sabtu (6/5) lalu. Hasilnya, mereka sepakat pasal ini akan memunculkan perdebatan di tengah masyarakat.
"RUU ini kontroversial dikarenakan ada satu bagian yang secara eksplisit menyamakan produk olahan tembakau dengan zat adiktif lainnya seperti psikotropika, narkotika, dan alkohol," kata Mahbub dikutip dari NU Online, Senin (15/5/23).
Mahbub juga menilai Pasal 154 ayat (3) dalam RUU Kesehatan tersebut akan berpotensi mengancam perekonomian para petani tembakau di sejumlah daerah, termasuk dari kalangan Nahdliyin.
Baca Juga:
Polda Kaltara Ungkap Dua Jaringan Narkotika dan Musnahkan 149,46 Gram Sabu
"Jadi kalau mereka menanam tembakau, itu seperti dikategorikan sebagai penanam narkotika atau mariyuana," kata dia.
Menurutnya, para kiai dalam forum bahtsul masail meminta pemerintah agar mengubah beberapa klausul dalam RUU tersebut. Jika dibiarkan maka RUU itu berpotensi menjadi pasal karet dan mengancam industri pertembakauan.
Mereka juga menilai pada kasus RUU Kesehatan yang menjadi topik forum bahtsul masail ini justru cukup berpotensi menambah masalah sosial.