Ia mencontohkan, para pengungsi Syiah
di Sidoarjo dan kelompok Ahmadiyah di Mataram, misalnya, mengalami persekusi
oleh kelompok Islam "berjubah".
Kasus intoleran itu bukan hanya
terjadi di kalangan umat Islam saja, melainkan juga dialami oleh pemeluk agama
lain di Indonesia. Termasuk, kata Azyumardi, saat ada pemeluk agama lain yang
ingin mendirikan tempat ibadah.
Baca Juga:
Paus Benediktus Meninggal Dunia, Menag: Dia Sosok yang Jembatani Perbedaan
"Di wilayah yang mayoritas
Kristen, itu Katolik susah bikin gereja. Yang mayoritas Katolik, orang Kristen
juga susah untuk membangun," ucap Azyumardi.
Ia berpendapat, kelompok
dengan relasi yang minim di suatu wilayah akan sulit mendapat restu mendirikan
tempat ibadah dari kelompok yang memiliki relasi yang lebih kuat.
"Ini masalah power relation sebetulnya. Siapa yang merasa dia mayoritas. Jadi,
yang begini-begini, power relation yang harus diatur. Bagaimana supaya
adil," katanya.
Baca Juga:
Beri Sambutan Natal, Yaqut Bahas Pemimpin yang Hargai Keragaman
Lebih lanjut, Azyumardi mengatakan,
faktor pemekaran daerah yang kurang diperhatikan oleh pemerintah juga ikut
andil menyebabkan permasalahan tersebut.
"Itu saya kira perlu ditata
ulang. Bagaimana pihak yang berkuasa ini merasa kurang toleran," kata
Azyumardi.
"Jadi, masih perlu saya kira
dilakukan afirmasilah dari tingkat nasional," katanya. [qnt]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.