"Dalam Pasal 58 ayat 2, khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. Dengan ini kami atas nama berbagai pengusaha memohon agar Pemerintah Pusat melaksanakan haknya untuk menunda pelaksanaan/merubah kenaikan tarif pajak tersebut vide pasal 58 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2022 berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Pusat sebagaimana dikutip dalam Pasal 97 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah tersebut," kata Hotman Paris.
Hotman Paris menegaskan bahwa kenaikan tingkat pajak yang tinggi pada industri hiburan merupakan tindakan yang tidak sesuai dan melanggar norma.
Baca Juga:
Luhut Bongkar Strategi Penting Pemerintah Hadapi Pandemi di Hadapan Kabinet Merah Putih
Menurutnya, sektor ini berperan sebagai penyedia lapangan kerja yang luas di Indonesia, tanpa memandang tingkat pendidikan.
Hotman Paris mengamati bahwa industri hiburan mempekerjakan banyak orang dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah, namun memberikan kesempatan kerja secara masif.
Oleh karena itu, sektor ini dianggap sebagai penyelamat untuk menyerap tenaga kerja di Indonesia.
Baca Juga:
Penasaran? Simak, Ini Tugas Dewan Ekonomi Nasional yang Dipimpin Luhut
Lebih lanjut, Hotman Paris menyatakan bahwa kenaikan pajak yang signifikan dapat membahayakan keberlanjutan industri hiburan yang baru saja pulih dari dampak pandemi COVID-19.
Hal ini disebabkan karena kenaikan tersebut dapat mengurangi daya saing industri hiburan Indonesia dalam skala internasional.
Lebih lanjut, Hotman Paris mengatakan, berbagai pihak termasuk para pengusaha, organisasi-organisasi seperti Gabungan Industri Pariwisata lndonesia (GIPI) dan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan UU Nomor 1 Tahun 2022 tersebut.