Abu dalam tradisi Katolik melambangkan kefanaan manusia. Hal ini tercermin dalam Kitab Kejadian yang menyatakan: "Sebab engkau debu dan akan kembali menjadi debu." (Kejadian 3:19).
Abu juga menggambarkan kelemahan serta dosa manusia, sehingga penggunaannya dalam Rabu Abu menandai awal masa pertobatan.
Baca Juga:
5 Profil Kardinal Disebut-sebut Jadi Kandidat Kuat Pengganti Paus Fransiskus
Menariknya, abu yang digunakan dalam Rabu Abu bukan sembarang abu. Abu ini berasal dari pembakaran daun palma yang telah diberkati pada Minggu Palma tahun sebelumnya.
Ini menunjukkan hubungan antara kemenangan Yesus saat memasuki Yerusalem (Minggu Palma) dengan pengorbanan-Nya di kayu salib (Paskah).
Dengan menerima abu, umat Katolik menyatakan kesiapan mereka untuk memulai perjalanan pertobatan, meninggalkan dosa, dan menjalani hidup yang lebih baik.
Baca Juga:
Kondisi Terkini Paus Fransiskus yang Dirawat di RS, Seluruh Dunia Bersatu Berdoa untuk Kesehatan
Rabu Abu dalam Kehidupan Sehari-hari
Melansir dari laman resmi Keuskupan Agung Semarang, Rabu Abu bukan hanya tentang menghadiri misa dan menerima tanda abu di dahi.
Ini adalah awal dari perjalanan spiritual menuju Paskah, di mana umat Katolik diajak untuk lebih dekat dengan Tuhan melalui tiga praktik utama dalam Masa Prapaskah yakni: