WAHANANEWS.CO, JAKARTA - Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Mulyanto menilai jika saat ini merupakan waktu yang tepat bagi Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk mundur dari jabatan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Langkah ini bukan hanya menggambarkan komitmen PDIP pada idealisme politik, tetapi juga sekaligus mempertegas sikapnya sebagai kekuatan di luar Pemerintahan yang melaksanakan fungsi chek and balances dalam praktek demokrasi substansial di Indonesia.
Baca Juga:
'Boikot' Retreat, Megawati Disebut Abaikan Prinsip Konstitusi
Fungsi chek and balances PDIP ini, kata ia, sangat ditunggu publik. Hal itu lantaran akan memberikan warna yang lebih seimbang pada peta percaturan politik nasional untuk melengkapi pendekatan politik akomodatif yang dikembangkan Presiden Prabowo sekarang ini.
"Sikap tegas ini akan menjadi titik balik bagi perjalanan perpolitikan tanah air. Sekaligus memberikan kesempatan kepada PDIP untuk lebih fokus dan konsentrasi dalam menangani berbagai permasalahan yang menghadangnya di depan mata dan membutuhkan proses konsolidasi,” ujarnya dikutip dari republika.co.id, Sabtu (22/2/2025).
Tak hanya itu, Mulyanto juga berharap Megawati untuk melepas jabatan Ketua Dewan Pengarah BPIP dan BRIN menyusul keputusannya berada di luar Pemerintahan. Karena konsistensi dan kejelasan pilihan politik PDIP tersebut sangat dinantikan publik, agar hadirnya kekuatan penyeimbang bagi demokrasi substansial dapat dilaksanakan secara optimal.
Baca Juga:
PDIP Didesak Jelaskan Larangan Retreat, Analis: Jangan Jadi Konfrontasi Politik
"Konsistensi dan kejelasan sikap Megawati dan PDIP untuk berada di luar pemerintahan, berarti secara langsung menjaga jarak terhadap pemerintah, seperti meninggalkan posisinya sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP dan BRIN," terangnya.
Dari sudut pandang sendiri, lanjut Mulyanto, sikap legawa Megawati untuk mundur dari posisi sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN, akan mengundang simpati sebagai sikap negarawan.
"Sekaligus sebagai bentuk protes atas kondisi lemahnya dukungan Pemerintah terhadap pembangunan Iptek dan inovasi nasional, baik dari sisi fasilitas laboratorium maupun anggaran riset sekarang ini," jelasnya.