WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
telah menetapkan enam orang tersangka terkait dugaan suap penerimaan hadiah
atau janji terkait dengan pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 di
Direktorat Jenderal Pajak.
Dari
enam orang tersangka tersebut, salah satunya yakni mantan Direktur Pemeriksaan
dan Penagihan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji.
Baca Juga:
Kinerja Pendapatan Negara Tahun 2024 Masih Terkendali, Menkeu: Ada Kenaikan Dibanding Tahun 2023
Selain
Angin, pejabat Kemenkeu lain yang juga ditetapkan sebagai
tersangka kasus suap pajak yakni Kepala Sub Direktorat Kerja Sama dan Dukungan
Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak, Dadan Ramdani.
Kasus
suap tersebut seolah jadi ironi, mengingat PNS pajak selama ini menerima
tunjangan paling besar di antara kementerian/lembaga lain.
Tunjangan
kinerja bagi PNS di lingkungan Ditjen Pajak diatur dalam Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 37 Tahun 2015.
Baca Juga:
Hadiri Rakornas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun 2024, Menkeu: Awal Sinergi yang Baik
Di
dalam Perpres tersebut dijelaskan mengenai besaran tunjangan kinerja bagi PNS
Ditjen Pajak mulai dari peringkat jabatan 4 Pelaksana hingga peringkat jabatan
27 Pejabat Struktural (Eselon I).
Struktur
organisasi Kementerian Keuangan sendiri diatur dalam Perpres Nomor 28 Tahun
2015.
Di
dalamnya dijelaskan, Kepala Biro, Direktur, Kepala Pusat, Inspektur, Sekretaris
Dirjen, Sekretaris Badan, Sekretaris Inspektur Jenderal adalah jabatan
struktural eselon II A.
Sebagai
pejabat eselon II A di lingkungan Ditjen Pajak, maka Angin Prayitno Aji berhak
atas tunjangan kinerja sebesar Rp 81.940.000 per bulan.
Sementara,
Dadan Ramdani yang merupakan Kepala Sub Direktorat, adalah pejabat Struktural
eselon III A.
Artinya,
besaran tunjangan yang ia dapatkan selama menduduki jabatan tersebut sebesar Rp
46.478.000.
Mimpi Sri Mulyani
Menteri
Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, dalam beberapa kesempatan
menceritakan upayanya membersihkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dari
korupsi.
Mantan
Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menyampaikan, ketika periode awal
keberadaan KPK yang terbentuk pada 2000-an awal, dirinya turut serta dalam
diskusi awal dalam pembentukan kebijakan.
Pasalnya, kala
itu, Indonesia terkenal sebagai negara dengan korupsi yang sistemik dan
struktural.
"Oleh
karena itu dibuat strategi awal bagaimana membuat gerakan anti korupsi,
terutama yang membuat ASN dan pejabat yang jujur menjadi mungkin," ujar
Sri Mulyani, dikutip dari pemberitaan media pada 9 Desember 2012.
Sebab, kala itu, banyaknya Pegawai Negeri
Sipil (PNS) terjerat korupsi lantaran gaji yang pas-pasan untuk hidup.
Bahkan,
menurut dia, kerap kali gaji PNS hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama
seminggu hingga 10 hari.
Sehingga,
langkah awal yang dilakukan kala itu adalah meningkatkan tunjangan kinerja PNS
Kementerian/Lembaga.
"Untuk
bisa mencapai itu harus ada keuangan negara yang sehat," ujar Sri Mulyani.
Bendahara
Negara tersebut mengungkapkan, ketika reformasi digencarkan di kementeriannya
era 2005-2006 untuk bisa menggenjot kinerja penerimaan negara, institusi
penerimaan negara, yaitu Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai, menjadi fokus utamanya.
Sebelum
akhirnya, proses reformasi dilakukan secara menyeluruh di jajaran Kemenkeu.
"Kita
bekerja sama dengan KPK kemudian BPK dan MA," ujar dia.
Di
jajaran Kemenkeu, Sri Mulyani menerapkan tiga langkah awal pencegahan korupsi.
Sedangkan
lapisan pertahanan ketiga (third line of
defense) dilakukan melalui fungsi audit internal.
Fungsi
ini dijalankan oleh Inspektorat Jenderal sebagai auditor internal Kemenkeu.
Dengan
dilaksanakannya fungsi ini, diharapkan quality
assurance pengelolaan risiko di Kemenkeu terus meningkat.
"Kalau
di Kemenkeu kerjaannya adalah ngurus uang negara, godaannya itu ya setiap detik
ada. Lalu bagaimana bisa membangun integritas? Makanya di Kemenkeu ada first line sampai third line defense. Karena kita merasa perlu ada lapisan-lapisan
yang harus dibangun," ujar dia.
Sri
Mulyani juga sempat meluapkan kejengkelannya kepada pejabat pajak yang
tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK, saat dirinya tengah
membersihkan citra Kemenkeu, usai kasus korupsi PNS pajak Gayus Tambunan yang
menghebohkan publik.
"Masih
ada aparat pajak yang bahkan tidak malu untuk mengkhinati teman-temannya,"
ujar Sri Mulyani, dikutip dari pemberitaan pada 22 November 2016.
Ia
tidak habis pikir dengan pejabat pajak yang tertangkap tangan oleh KPK itu atas
dugaan praktik suap.
Bagi
Ani, perilaku tersebut sudah merusak kredibilitas instansi pajak.
Seperti
diketahui, Ditjen Pajak sedang berusaha membangun kembali kepercayaan publik
pasca-kasus Gayus Tambunan.
Momentum
kepercayaan publik itu bisa tecermin dari pelaksanaan tax amnesty periode Juli-September 2016 lalu.
Meski
kecewa, Ani tidak ingin kasus suap yang menjerat pejabat pajak tersebut
dijadikan alasan masyarakat untuk tidak membayar pajak.
Sebab,
tanpa pajak, pembangunan dan bantuan sosial kepada masyarakat akan sulit
direalisasikan.
"Kalau
itu terjadi (masyarakat tidak bayar pajak), Indonesia ini akan rusak. Kalau
enggak bayar, enggak dapat penerimaan (negara)," kata Sri Mulyani. [qnt]