Balik ke Medan, Dinsos Kota Medan sudah memvonis manusia
silver sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Pada 12 Juni
silam, Satpol PP melakukan razia, menjaring tujuh manusia silver. Sama seperti
Banyumas, manusia silver dan korban razia PMKS lainnya (gelandangan dan
pengemis) dibawa ke rumah singgah Dinsos Kota Medan untuk dibina. Kebijakan
memerangi manusia silver terlontar kala Dinsos Kota Medan berencana membuat
razia rutin. Bagi yang terjaring dua kali, ia akan dikirim ke panti asuhan di Sumatera Utara.
Anomali justru terjadi di Jakarta Barat. Kepala Satpol PP DKI
Jakarta Arifin menyatakan
tak mempersoalkan keberadaan manusia silver. Doi
merasa kehadiran mereka tidak mengganggu ketertiban. Di samping itu, belum ada
laporan tindakan kriminal terjadi yang melibatkan manusia silver. Arifin malah
menyebut manusia silver enggak masuk kategori PMKS sebab menggunakan kreativitas mengecat tubuh untuk menarik
perhatian orang yang melihatnya.
Baca Juga:
Jokowi: Hadapi Dinamika Global RI Butuh Pemimpin Bernyali Besar
Penertiban manusia silver memang terjadi di Jakarta Barat,
April lalu. Namun, para manusia silver ditertibkan Satpol PP atas dasar
berkerumun saat PSBB. "Mereka berkerumun dan berkumpul di tempat umum, kami
tangkap juga mereka. Kami beri tahu bahaya nongkrong di tempat umum dan kami
periksa kesehatannya," kata Kasie PPNS dan Penindakan Satpol PP Jakarta Barat
Ivand Sigiro kepada iNews. Mereka juga mendapatkan pembinaan
sebagai hukuman.
Upaya agar manusia silver tidak dianggap penyakit masyarakat
pernah dilakukan Komunitas Manusia Silver Kota Bandung pada 2013 lalu.
Koordinator Komunitas Muhammad Sulaiman mendatangi kantor dinsos untuk
audiensi, meminta dinsos menempatkan mereka secara resmi di toko-toko dan
outlet ramai Kota Bandung. Dengan izin resmi, mereka berharap masyarakat akan
memperlakukan manusia silver sebagai bentuk pertunjukan.
"Saya usul, di Bandung kan banyak toko-toko dan outlet yang
ramai. Kami ingin ditempatkan di sana, tapi harus dapat izin dari Dinsos. Saya
siapkanskillseperti pantomim atau apa saja," ujar
Sulaiman dikutip Detik. Permintaan ini lantas direspons
Dinsos Bandung dengan "pikir-pikir dulu". Mengulik berita tentang manusia
silver di Bandung pada 2017, sepertinya permintaan Sulaiman tidak dikabulkan pemerintah.
Baca Juga:
TNI Tetap Lakukan Pembebasan Sandera Tanpa Korban Jiwa Masyarakat Maupun Aparat
Perkara manusia silver versus aparat nyatanya enggak
sesederhana kucing-kucingan belaka. Situasi pandemi membuat segala cara
dilakukan masyarakat rentan sekadar untuk menyambung hidup. Menjadi manusia
silver terbukti menjanjikan sebagai sumber penghasilan di kala pandemi.
Misalnya Septian Yoanda dan Siti Jena yang terpaksa jadi
manusia silver untuk menyambung hidup di Jakarta Barat. Kedua perempuan berumur
17 tahun ini putus sekolah akibat kesulitan ekonomi. Mereka memutuskan jadi
manusia silver karena penghasilan ngamen menurun drastis sejak pandemi. Kini,
dalam sehari mereka berdua bisa mendapat uang sampai Rp 200
ribu rupiah.
Dari penuturan Septian dan Siti kepada Kompas, manusia silver melumuri badan dengan cat sablon berwarna
perak dengan campuranlotiondan
minyak (bisa minyak tanah atau minyak goreng). Campuran ini mampu bertahan
sampai delapan jam sebelum memudar dan luntur. Selama lima bulan beraktivitas,
Septian dan Siti mengaku belum ada efek samping yang terjadi kepada mereka.