WahanaNews.co | Indonesia Police
Watch (IPW) melihat, mutasi
terbaru yang dilakukan Polri, dengan --antara lain-- mengangkat kembali Irjen Pol Nana Sudjana, agak aneh.
Pasalnya, Nana dipaksa harus "turun derajat" jadi Kapolda Sulut,
setelah sebelumnya sempat menjadi Kapolda Metro
Jaya.
Baca Juga:
Polri Mutasi 30 Pati, Kombes Ade Ary Syam Indradi Jadi Kapolres Jaksel
"Irjen Nana, yang pernah terdepak sebagai Kapolda Metro Jaya di era Kapolri
Idham Azis, kini kembali mendapat posisi Kapolda Sulut. Ini agak aneh, sebab
posisi Nana turun "derajat", dari
Kapolda Metro Jaya menjadi Kapolda Sulut," sebut
Presidium IPW, Neta S Pane, melalui
keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (19/2/2021).
Dalam mutasi pertama Kapolri Listyo
Sigit pada Kamis (18/2/2021) siang itu, ada enam hal lainnya yang
mendapat catatan khusus dari IPW.
Pertama, dalam mutasi ini, terlihat bahwa Sigit makin mengukuhkan kekuatan "Geng Solo" di tubuh Polri.
Baca Juga:
Kapolri Listyo Sigit Mutasi 17 Kombes, Berikut Rinciannya
Menurut Neta, mutasi
terbaru yang dilakukan Kapolri Listyo Sigit Prabowo menandakan orang-orang
"dekat" Jokowi makin memperkuat posisinya di tubuh
kepolisian.
Setelah menjadi Kapolri, saat ini
orang dekat keluarga Jokowi dipercaya memegang posisi Kabareskrim, yakni Komjen Agus Andrianto, yang digeser
dari Kabaharkam.
Kedua, dalam mutasi ini, "orang
orang BG (Budi
Gunawan)" belum terlihat bergerak masuk
ke dalam posisi strategis.
Ketiga, begitu juga orang-orang Idham Azis dan Tito Karnavian, yang dalam
mutasi pada Kamis itu masih bertahan di posisi semula, belum bergeser ke
posisi strategis ataupun terdepak.
Keempat, yang
menarik dalam mutasi pertama Kapolri Listyo Sigit ini,
posisi Sestama Lemhanas masih dibiarkan kosong.
Sepertinya, dalam pandangan IPW, Listyo Sigit masih mencari figur tepat yang
akan digeser ke sana.
Kelima, ketua tim pembuat naskah uji
kepatutan Listyo Sigit di Komisi III, yakni
Irjen Wahyu Widada, masih belum mendapat tempat.
Ia belum bergeser dari posisinya
sebagai Kapolda Aceh.
"Belum jelas, kenapa Wahyu belum
mendapat tempat, sementara cukup banyak figur yang 'tak berkeringat' dalam
suksesi Kapolri Sigit, dalam mutasi ini sudah mendapat tempat
strategis," sebutnya.
Keenam, mutasi pertama Kapolri Listyo Sigit ini berhasil mereposisi
Kabaintelkam, yang semula dipegang mantan ajudan Presiden
SBY, Komjen Rycko, diserahkan kepada Kapolda Papua, Irjen Paulus Waterpau.
"Terjadinya kerumunan massa dalam
kepulangan Habib Rizieq maupun kasus penembakan laskar FPI
di Tol Cikampek tak terlepas dari kelemahan deteksi dini dan antisipasi
Baintelkam, sehingga reposisi di Baintelkam Polri
menjadi sebuah kewajaran," beber Neta.
IPW menilai, Kapolri Listyo Sigit sangat sulit untuk melakukan mutasi maksimal dalam mencapai
konsep Presisi yang dicanangkannya saat
uji kepatutan di DPR.
Sebab, gerbong
mutasi yang bisa dilakukan Listyo Sigit hanya sebatas pada bintang dua
ke bawah.
Sedangkan mutasi di posisi bintang
tiga hanya ada dua tempat yang kosong, yakni Kabareskrim dan Sestama Lemhanas.
Posisi lainnya masih dijabat oleh
jenderal bintang tiga yang masa dinasnya masih lama, yakni dua
tahun lagi.
Sehingga,
perputaran mutasi ke posisi bintang tiga sangat terbatas dan stagnan.
"Kondisi ini tentunya membuat Kapolri Sigit kesulitan dalam menggerakkan gerbong mutasi dengan maksimal, dan dampaknya organisasi Polri akan stagnan hingga dua tahun ke
depan, apalagi Sigit sendiri baru pensiun di tahun 2027. Bagaimana pun, ini menjadi dilema dalam dinamika Polri ke depan," ungkapnya. [qnt]