Robert menyampaikan anggota Polri/TNI aktif pada prinsipnya hanya dapat menduduki jabatan sipil pada 10 instansi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
Sementara itu, penunjukan TNI atau Polri untuk menjabat di luar posisi tersebut harus mengacu pada aturan lengkap dalam UU TNI dan UU ASN mengenai status kedinasan.
Baca Juga:
Hak Masyarakat Tidak Terabaikan, Hasan Slamat: Perkuat Jaringan Pengawasan Terhadap Pelayanan Publik
Robert mengatakan dalam penunjukan kepala daerah dari anggota Polri/TNI aktif, Kemendagri harus mengajukan surat permohonan ke instansi tempat dia bertugas.
Ketentuan itu diatur dalam Perpol Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penugasan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Namun, kata Robert, dalam pemeriksaan yang dilakukan Ombudsman terhadap Kepala Badan Bidang Pembinaan Hukum TNI, diketahui bahwa dalam pengangkatan prajurit TNI aktif, TNI tidak pernah mengusulkan calon penjabat kepala daerah. Selain itu, tambah dia, pihak TNI mengaku tidak dilibatkan dalam pengangkatan penjabat kepala daerah.
Baca Juga:
Ombudsman Gorontalo Kunjungi Lapas Pohuwato Pastikan Kualitas Layanan Publik di UPT Kemenkumham
“Biasanya, kalau ada penugasan prajurit aktif, maka pihak TNI itu dimintakan dan kemudian akan berkoordinasi,” kata dia.
Malaadministrasi yang ketiga adalah terkait dengan Kemendagri yang mengabaikan pelaksanaan Putusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021 dan Nomor 15/PUU-XX/2022.
Dalam pertimbangannya, kata dia, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pengangkatan penjabat kepala daerah harus dilaksanakan secara demokratis dan memiliki peraturan pelaksana tindak lanjut.