WahanaNews.co | Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan hasil pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga bulan April tahun 2022.
Meski banyak negara mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi, menurut Sri Mulyani, Indonesia masih cukup aman.
Baca Juga:
Donald Trump Mulai Umumkan Nominasi Anggota Kabinet, Ini Daftarnya
Menurut Menkeu, pemulihan ekonomi dunia kini berada dalam kondisi yang tidak mudah. Pertama akibat pandemi Covid-19 yang sepenuhnya belum usai, dan kedua terutama berasal dari kondisi geopolitik di Ukraina.
Hal ini menimbulkan kenaikan pada barang-barang energi dan pangan, sehingga terjadinya supply disruption pertumbuhan ekonomi di berbagai negara yang mengalami tekanan.
"Pertumbuhan ekonomi di berbagai negara mengalami tekanan, nanti akan terlihat terutama di kuartal kedua. Dampaknya akan kita lihat mulai bulan April, Mei dan Juni. Meskipun demikian di beberapa negara saat ini kuartal satunya sudah mengalami penurunan yang cukup konsisten across region," ungkap Menkeu Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita secara daring, Senin (23/5/2022).
Baca Juga:
Prabowo Dukung Solusi Dua Negara untuk Selesaikan Konflik Palestina
Menkeu merinci beberapa negara yang terkena dampak, seperti Hong Kong yang saat ini kondisi ekonominya negatif, Meksiko 1.6 persen, Taiwan melemah 3.1 persen, Korea 3.1 persen, Singapura 3.4 persen menurun tajam dari 6.1 persen.
Selanjutnya, Amerika Serikat juga mengalami penurunan tajam 3.6 persen. China juga menurun tajam, sebesar 4.8 persen dari rata-rata yang diharapkan kuartal I untuk tahun ini.
"Jerman masih relatif kuat. Namun dengan adanya perang di Ukraina, kita perkirakan di kuartal keduanya tekanan mungkin baru terlihat," ujarnya.
Sementara itu, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup baik di angka 5.01 persen.
Di samping itu ada perubahan arah kebijakan moneter dunia, di mana banyak negara mulai memberlakukan kenaikan suku bunga acuan. Terutama oleh negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan kawasan Eropa.
Hal tersebut akan memberikan sentimen negatif di pasar keuangan. Nilai tukar termasuk rupiah akan terkena dampaknya. "Ini yang harus kita waspadai," tegas Sri Mulyani. [rin]