WAHANANEWS.CO, Jakarta – Seorang pegawai Kementerian Agama (Kemenag) berinisial MZ (40) ditangkap oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri atas dugaan keterlibatan dalam jaringan terorisme.
Penangkapan dilakukan pada Selasa, 5 Agustus 2025, dan dibenarkan langsung oleh Sekretaris Jenderal Kemenag, Kamaruddin Amin.
Baca Juga:
3 Terduga Teroris di Tangerang Ditangkap Polisi, Ken Setiawan: NII Masih Aktif
“Kami sudah mendapat informasi tersebut, dan saat ini masih menunggu keterangan resmi dari Densus 88 terkait dugaan keterlibatan ASN Kemenag dalam aktivitas terorisme,” ujar Kamaruddin dalam keterangannya.
Ia menegaskan bahwa Kemenag akan bersikap kooperatif dan mendukung penuh proses penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Menanggapi penangkapan tersebut, pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, mengaku prihatin. Ia menyoroti lemahnya peran Kementerian Agama dalam menangkal ideologi kekerasan, padahal kementerian tersebut merupakan ujung tombak moderasi beragama di Indonesia.
Baca Juga:
Pernah Dipimpin Panji Gumilang, 121 Mantan Anggota NII Ikrar Kembali Ke NKRI
“Kalau boleh jujur, rasanya kita seperti tidak punya Menteri Agama. Banyak kasus intoleransi seperti penolakan pembangunan rumah ibadah dan pelarangan ibadah keagamaan di berbagai wilayah, tapi tidak ada pernyataan atau tindakan nyata dari Menag,” tegas Ken, dikutip Senin (11//8/2025).
Ia juga menyesalkan pernyataan Menteri Agama sebelumnya yang menyebut berbagai insiden intoleransi sebagai “kesalahpahaman”. Menurut Ken, hal itu bukan sekadar salah paham, tapi merupakan kesalahan mendasar.
“Intoleransi itu diajarkan, bahkan sejak anak-anak. Banyak orang tua melarang anaknya berteman dengan teman yang berbeda agama, seolah menjaga akidah dari orang kafir. Ini bentuk penanaman intoleransi sejak dini,” tambahnya.
Ken menjelaskan bahwa masa anak-anak seharusnya diisi dengan bermain dan interaksi sosial yang sehat untuk mendukung pertumbuhan fisik, kognitif, sosial, dan emosional. Jika pola pikir intoleran tidak segera dibenahi, maka akan sulit menghentikan laju radikalisasi yang berujung pada aksi terorisme.
“Dari intoleransi akan naik level menjadi radikalisme, dan itu adalah pintu masuk bagi paham-paham teror,” pungkas Ken.
[Redaktur: Alpredo Gultom]