Menurutnya, keberhasilan pemilu selama ini hanya diukur dari tingkat partisipasi, tanpa memperhatikan kualitas literasi politik masyarakat.
"Yang menjadi perhatian kami adalah bahwa Pemilu Serentak tidak mencapai tujuannya. Jika berbicara tentang literasi pemilih, ternyata hasilnya masih jauh dari harapan," ujar Delia dalam RDPU dengan Komisi II DPR RI.
Baca Juga:
Beban Terlalu Berat, Pakar: Pilpres dan Pilkada Jangan Digelar Bersamaan
Ia menambahkan bahwa banyaknya pilihan dalam Pemilu Serentak justru membebani pemilih dan membuat mereka kurang memahami calon yang akan dipilih.
"Seharusnya, pemilu meningkatkan literasi politik masyarakat. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Partisipasi memang tinggi, tetapi pemilih belum tentu memahami dengan baik pilihan mereka," tegasnya.
Tak hanya gagal menciptakan pemilih yang lebih cerdas, Delia juga menilai Pemilu Serentak sangat merugikan calon anggota legislatif.
Baca Juga:
KPU Kota Bekasi Gelar FGD Evaluasi Pilkada 2024, Ali Syaifa Sampaikan Hal Ini
"Para caleg tidak hanya harus berkampanye untuk diri sendiri, tetapi juga untuk calon presiden. Bagi mereka yang bukan dari partai penguasa, tantangannya menjadi lebih berat," jelasnya.
Lebih jauh, Delia mengungkapkan bahwa Pemilu Serentak justru meningkatkan praktik pembelian suara (vote buying).
"Biaya politik di Indonesia sangat mahal, pemilu semakin brutal, dan itu dirasakan langsung oleh para peserta pemilu. Banyak dari mereka yang merasakan betapa besarnya ongkos politik untuk mencalonkan diri," pungkasnya.