WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah kembali menunjukkan keseriusannya dalam melindungi anak-anak dari dampak negatif dunia digital melalui hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau yang dikenal dengan PP Tunas.
Regulasi baru ini menjadi tonggak penting dalam upaya menciptakan ruang digital yang aman, sehat, dan ramah bagi anak-anak Indonesia.
Baca Juga:
Wakil Walikota Medan Tanggap Cepat Kasus Kekerasan Seksual Anak di Medan Menteng
Melalui PP tersebut, pemerintah menegaskan komitmen untuk mengatur batasan akses penggunaan perangkat digital berdasarkan kelompok usia, serta memastikan anak-anak tidak terpapar pada konten berisiko tinggi.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Alexander Sabar, menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah untuk menyiapkan Generasi Emas Indonesia 2045 yang tidak hanya cerdas dan produktif, tetapi juga sehat secara digital.
“Kita sadar, anak adalah masa depan kita. Mereka yang sekarang berusia 20-an tahun akan menjadi pemimpin di masa mendatang,” ujar Alexander Sabar pada diskusi Media Connect: Dari Clickbait Jadi Kredibel di Menara Bosowa, Makassar, Kamis (23/10/2025) malam.
Baca Juga:
Pengumuman DNA Bareskrim Picu Tangisan dan Kemarahan Lisa Mariana
Alexander menambahkan, regulasi ini menyusun klasifikasi pengguna ruang digital sesuai tingkat usia dan risiko konten yang dapat diakses.
Dengan begitu, setiap anak akan mendapatkan perlindungan sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya.
“Karena itu, pemerintah membuat aturan dari sisi regulasi untuk melindungi anak-anak agar tidak terpapar konten yang tidak sesuai usia," tambah Alexander.
Lebih lanjut, Alexander menjelaskan bahwa tanggung jawab menciptakan ekosistem digital yang aman tidak hanya berada di tangan pemerintah dan penyelenggara platform digital.
Ia menyoroti peran penting orang tua sebagai garda terdepan pengawasan anak di dunia maya.
Fenomena yang banyak terjadi di masyarakat, kata Alexander, adalah kebiasaan orang tua memberikan gawai sebagai alat penenang anak, misalnya dengan membukakan video di YouTube tanpa pendampingan.
“Sekarang ini YouTube seolah menjadi the best babysitter in the world. Yang penting anaknya anteng, ibunya buka YouTube dan diberikan ke anaknya,” ujarnya mengingatkan.
“Padahal aturan dibuat justru untuk membatasi akses seperti itu. Tapi orang tua sendiri yang membuka jalan bagi anak-anak untuk mengakses konten digital tanpa pengawasan," lanjutnya.
Alexander menegaskan, perlindungan anak di ruang digital merupakan tanggung jawab kolektif, tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah atau kementerian tertentu.
“Melindungi anak di ruang digital tidak bisa dilakukan satu pihak saja. Ini harus melibatkan semua pihak pemerintah, platform, orang tua, dan masyarakat,” tegasnya.
Dengan adanya kolaborasi lintas sektor dan peningkatan kesadaran publik, pemerintah berharap ekosistem digital Indonesia akan menjadi lebih aman, sehat, serta ramah bagi anak-anak, sebagai bagian dari langkah menuju Indonesia Emas 2045 yang berdaya saing dan berkarakter.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]