WahanaNews.co | Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) disebut meminta jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) untuk kembali melakukan sosialisasi terkait revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Laoly, sosialisasi itu secara khusus terkait 14 poin yang harus diperjelas ke masyarakat.
Baca Juga:
Jokowi Resmikan Tol Baru, Perjalanan Medan-Parapat Kini Hanya 1,5 Jam
"Jadi sekarang rencana UU KUHP kita sosialisasikan. Ada 14 poin. Sebetulnya sebelum-sebelumnya sudah tetapi Pak Presiden mengatakan 'sudahlah sosialisasi lagi 14 poin itu kepada masyarakat'," ujar Yasonna di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, Sabtu (6/8/2022).
Ia menegaskan, pihaknya juga sudah melakukan mulai bergerak melakukan sosialisasi tersebut. Yasonna menambahkan Kemenkumham sebelumnya juga sudah melakukan sosialisasi ke publik soal 14 poin di RKUHP itu.
Namun, menurut dia, Presiden Jokowi ingin agar 14 poin RKUHP tersebut disosialisasikan lebih baik.
Baca Juga:
Pedagang Pasar Delimas Riuh Sambut Kunjungan Presiden Joko Widodo
"Sudah bergerak. Dan sebelumnya ini juga sudah ada sosialisasi ke kampus-kampus, puluhan kampus. tapi kan, ada beritanya di beberapa media tetapi Pak Presiden minta supaya lebh bagus lagi kita sosialisasinya," tuturnya.
Lebih lanjut, menurut dia, tentunya pihaknya akan membuka draf RKUHP soal 14 poin RKUHP saat melakukan sosialisasi.
Kendati demikian, ia mengatakan, tidak semua isi draf RKUHP akan dibuka.
"Memang enggak mungkin (dibuka semua) lah karena ini kan carry over. Yang dulu itu kan kita stop hanya pada ada consent ke-14 poin itu aja dan beberapa sudah kita akomodasi pikiran-pikiran dari luar," ucapnya.
Diketahui, pemerintah telah menyerahkan draf RKUHP kepada DPR untuk mulai dibahas. Namun, RKUHP belum dibahas karena DPR masih berada pada masa reses.
Dalam draf RKUHP terbaru, sejumlah pasal yang sempat dipersoalkan mahasiswa dan koalisi masyarakat sipil, nyatanya masih tetap dicantumkan pemerintah.
Pemerintah bersikeras hanya mengubah dan membahas pada 14 pasal krusial. Sementara koalisi masyarakat sipil sempat membuka ada 24 pasal bermasalah.
Adapun 14 pasal krusial terkait hukum yang hidup dalam masyarakat (living law), pidana mati, penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin, contempt of court, unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih.
Kemudian juga pasal soal advokat yang curang, penodaan agama, penganiayaan hewan, alat pencegah kehamilan dan pengguguran kandungan, penggelandangan, pengguguran kandungan, perzinaan, kohabitasi dan pemerkosaan. [jat]