WahanaNews.co | Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo telah menuntaskan hasil penelitian disertasi kandidat Doktor Studi Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, dengan judul "Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai Payung Hukum Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan dalam rangka Menghadapi Indonesia Emas", di bawah bimbingan Promotor Prof. Dr. Ahmad M Ramly, SH.,MH, FCB.,Arb dan Co-Promotor Dr Ary Zulfikar SH MH.
Dalam laporan hasil penelitian tersebut disampaikan objek-objek penelitian dari institusi seperti BRIN, Lemhanas, Bappenas dan riset di lima Keduatan Besar negara sahabat seperti RRT, Rusia, Singapura, Korea Selatan dan Jepang. Menyusul Amerika Serikat.
Baca Juga:
MPR Cabut Nama Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998
Temuan menarik dari BRIN adalah bahwa penetapan Pokok-pokok Haluan Negata (PPHN) atau Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PPNSB) bisa dilakukan dengan Konsesus Nasional tanpa Amandemen melalui joint session MPR-DPR-DPD sebagai pegangan kesinambungan pembangunan jangka panjang yang harus dijalankan dari suatu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya.
Penelitian melibatkan para pakar, antara lain Dirjen Perancangan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM Prof. Dr. R. Beni Riyanto, SH.,MH.,CN; Sekretaris Utama BPIP Dr. Karjono, SH.,M.Hum; Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dr. Edmon Makarim.,S.Kom.,SH; Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Dr. Ahmad Redy, SH.,MH.
“Dalam laporan hasil penelitian tersebut, terdapat substansi temuan yang menekankan perlu hadirnya PPHN sebagai haluan pembangunan nasional yang berkelanjutan.”
Baca Juga:
Terima Ketum dan Pengurus PWI Pusat, Ketua MPR Dorong Peningkatan Kompetensi dan Profesionalitas Wartawan
"Mengingat akibat hilangnya pranata Haluan Negara setelah amandemen konstitusi keempat, menyebabkan tidak adanya kepastian hukum terhadap kesinambungan pembangunan yang dijalankan oleh satu pemerintahan kepada pemerintahan penggantinya," ujar Bamsoet menyampaikan laporan hasil penelitian disertasinya, di Jakarta, Kamis (23/6/22).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, hasil survei UIN Jakarta pada tahun 2020 lalu memaparkan bahwa sebanyak 81,5 persen responden menyatakan bahwa Haluan Negara diperlukan, dan sebesar 89,6 persen setuju MPR kembali menyusun Haluan Negara.
Dalam salah satu rekomendasi hasil Konferensi Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (KN APHTN-HAN) Tahun 2022 di Bali, juga menekankan bahwa PPHN diperlukan sebagai kaidah penuntun untuk menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang terhadap kemajuan pembangunan yang telah dicapai, perubahan karena globalisasi, dan perkembangan teknologi informasi.
"Dukungan agar MPR RI memiliki kewenangan menetapkan PPHN juga datang dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Forum Rektor Indonesia, dan Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS). Serta Organisasi Kemasyarakatan mulai dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat Muhammadiyah, hingga Majelis Tinggi Agama Konghucu, hingga perguruan tinggi di berbagai daerah," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, untuk mencapai Indonesia Emas 2045, haruslah ditetapkan kondisi apa yang ingin dicapai.
Oleh karena itu, PPHN harus berisi filosofi, dasar, dan prinsip, sebagai elaborasi dari nilai-nilai UUD 1945 dan Pancasila, yang dibreakdown dalam prioritas pembangunan disertai strategi sebagai peta jalan pembangunan mengenai apa saja yang perlu dilakukan agar Goals 2045 tercapai.
“Dengan kata lain, PPHN merupakan cara melembagakan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 ke dalam sejumlah pranata publik, yang dapat memandu para penyelenggara negara dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan pembangunan nasional secara terencana dan terpadu, serta berkelanjutan.”
"Karena tanpa adanya keterkaitan, cita-cita yang ingin dicapai dalam Indonesia Emas 2045, semuanya hanya akan menjadi literasi atau wacana dan mimpi," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menekankan, keberadaan PPHN tidak menghilangkan SPPN (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional), RPJP (rencana Pembangunan Jangka Panjang), dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah). Justru PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis.
“Dalam laporan hasil penelitian disertasi, promotor Prof. Dr. Ahmad M Ramly, SH.,MH, FCB.,Arb menggarisbawahi bahwa PPHN merupakan pijakan pembangunan di Indonesia yang visioner.”
"Memberikan dasar arahan bahwa setiap pergantian kekuasaan di Indonesia tidak harus membangun dari nol, melainkan bisa melanjutkan pembangunan dari pemerintahan sebelumnya. Beliau juga menekankan, bahwa PPHN harus menjadi alat pemersatu, visi, dan misi Kementerian, yang dapat direalisasikan dalam rencana strategis negara," pungkas Bamsoet. [qnt]