WahanaNews.co | Di tengah-tengah penahanannya, Muhammad Rizieq
Syihab menghadapi masalah baru. Pentolan Front Pembela Islam (FPI) ini dikirimi
surat somasi soal Ponpes Alam Agrokultural Markaz Syariah Megamendung, Bogor,
yang dibangunnya.
Baca Juga:
Polisi Semburkan Gas Air Mata, Massa Pendukung Rizieq Kocar Kacir
Rizieq disebut telah merampas lahan milik negara untuk
membangun Ponpes Alam Agrokultural Markaz Syariah. Lahan itu diketahui milik
BUMN PTPN VIII. Rizieq disebut mendirikan ponpes tanpa mengantongi izin dan
persetujuan dari PTPN VIII.
Sebuah video pun diunggah oleh akun YouTube Front, Rabu (23/12/2020) untuk menjawab persoalan lahan tanah Ponpes Alam
Agrokultural. Tidak diketahui kapan rekaman pidato Rizieq itu dilakukan, yang
jelas saat ini Rizieq ditahan polisi dalam kasus penghasutan yang menimbulkan
kerumunan.
Dalam video itu, Rizieq menceritakan telah mendapatkan
berbagai ancaman dari sebelum kepulangannya dari Arab Saudi. Salah satunya soal
masalah lahan Ponpes itu.
Baca Juga:
Pengacara Rizieq: Peringatan Nuzulul Quran di Rutan Bukan Acara Heboh
"Pokoknya begitu Habib Rizieq pulang, ini soal MS (Markaz
Syariah) dilaporin lagi. Pokoknya ini dianggap merampas tanah negara,"
cerita Rizieq, Rabu (23/12).
Ia menegaskan kepulangannya ke Indonesia bukanlah untuk
membuat kegaduhan. Apalagi, mengaitkan polemik lahan ponpes itu dengan mengambil
lahan milik negara.
"Saya katakan di sini, negara siapa pun oknumnya tidak
usah bikin masalah, tidak usah bikin kegaduhan. Saya pulang bukan untuk bikin
gaduh. Pesantren ini dibangun bukan untuk bikin gaduh, pesantren ini untuk
mendidik umat," tegasnya.
Rizieq menyebut pemerintah boleh mengambil lagi tanah
miliknya kapan saja. Asal mau memberikan ganti rugi kepada warga yang memiliki
lahan tersebut.
"Jadi kalau negara membutuhkan tanah ini, sekali lagi
silakan ambil kapan saja. 24 jam. Saya serahkan lahan ini ke negara. Serahkan
semua bangunan yang ada ke negara," ucap dia.
"Tapi kita berhitung dulu, hitung-hitungan dulu. Harus
ada ganti rugi. Karena ganti rugi tersebut akan kita bangun pesantren di tempat
lain. Tapi kalau mau main usir, saya tanya diam atau lawan?" lanjutnya.
Rupanya, ancaman-ancaman yang dikaitkan dengan lahan Ponpes
Alam Agrokultural Markaz Syariah sudah didapatkan Rizieq sejak 2017. Terhitung
sudah tiga kejadian dialaminya terkait dugaan merampas lahan milik PTPN.
Ia menjelaskan, pada 2017, pihak PTPN sempat didatangi oknum
polisi yang meminta mereka seolah-olah membuat laporan Ponpes Alam Agrokultural
Markaz Syariah telah merampas tanah milik PTPN.
"Tapi alhamdulillah pihak PTPN tidak mau. PTPN-nya
sendiri yang berbicara dengan kami. Mereka katakan, Habib Rizieq dan MS [Markaz
Syariah] itu datang (bukan) merampok, bukan merampas. Dan mereka menembus dari
masyarakat. MS itu tidak merambah, dan mereka itu sebagai penggarap. Kami
sangat menghormati penggarap. Gagal," ungkap Rizieq.
Lalu kejadian selanjutnya adalah saat sejumlah warga Desa
Pakancilan, yang terletak berdekatan dengan ponpes itu, diminta membuat laporan
ke polisi dan datang untuk dijadikan saksi. Seolah-olah, Rizieq merampas tanah
mereka untuk membangun ponpes.
Namun, ia menyebut para warga justru tahu yang bakal melapor
adalah mafia tanah. Warga menegaskan Rizieq tidak menipu mereka dan justru
tetap diberikan izin untuk menggarap tanah di area ponpesnya.
"Tapi ada yang menarik. Begitu warga dikumpulkan,
dibawa ke polisi, yang melapor polisi gunakan salah satu biang tanah, mafia
tanah, digunakan oleh polisi untuk membuat laporan. Lalu apa yang terjadi?
Masyarakat begitu waktu diperiksa polisi, apa masyarakat bilang? bapak polisi
salah, bukan Habib Rizieq yang menipu kami, itu biang tanah yang menipu kami.
Yang ngelapor itu yang merampas tanah kami, bukan Habib Rizieq," tutur
dia.
"Gagal lagi, Saudara. Jadi mereka melaporkan saya gagal,"
tutup Rizieq. [qnt]