WahanaNews.co | Kiriman sampah secara ilegal dari Kanada ke sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia, menjadi sorotan sejumlah aktivis asing.
Sorotan tersebut ditayangkan langsung melalui film dokumenter oleh kelompok aktivis asing.
Baca Juga:
Perundingan Indonesia-Canada CEPA Masuki Putaran ke-10, Kedua Negara Optimistis Selesaikan Kesepakatan
Diketahui, dokumenter dari media The Fifth Estate menemukan bahwa perusahaan daur ulang Kanda mengirim sampah rumah tangga yang tak terpilah secara ilegal, Kamis (21/4).
Kiriman ini dilakukan secara ilegal dengan menyembunyikan sampah tak terpilah itu ke sampah yang sudah mendapatkan persetujuan untuk diekspor.
"Isi tempat sampah biru kami dikumpulkan dan dibuang dan 3,3 juta ton sampah plastik dipilah per tahun. [Namun] kurang dari sepuluh persen [sampah] plastik itu didaur ulang.," kata jurnalis The Fifth Estate, Gillian Findlay, dalam dokumenter berjudul "Canadian Recycling Companies Caught Shipping Illegal Trash Overseas," yang dipublikasikan, Kamis (21/4) kemarin.
Baca Juga:
Kain Ulos Batak Jadi Primadona di Festival Fashion Kanada 2024
Salah satu aktivis cilik asal Indonesia, Aeshnina Azzahra Aqilani (14), juga mengungkapkan kekhawatirannya atas masalah sampah plastik yang dikirim Kanada ke RI.
Ia membuat surat kepada Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, untuk tak membuang sampah plastik Kanada ke Indonesia.
"Kepada, Perdana Menteri [Kanada], kenapa Anda mengirim sampah Anda ke negara saya? Anda harus mengelola sampah Anda di negara Anda," kata ujar Nina dalam dokumenter tersebut.
Dokumenter tersebut kemudian menunjukkan aktivitas Nina yang berupaya memungut sampah plastik di Sungai Brantas, Jawa Timur, bersama teman-temannya. Terlihat tumpukan sampah plastik memenuhi pinggiran sungai dan tersangkut pada tumbuhan yang berada di daerah itu.
Selain itu, Nina juga menceritakan masalah pembelian sampah kertas di Indonesia.
"Jadi pabrik kertas di Indonesia, mereka membeli sampah kertas dari negara maju, tetapi negara maju, mereka menyelundupkan sampah plastik mereka ke Indonesia karena mereka tahu bahwa daur ulang plastik itu sangat sulit dan mahal. Makanya mereka selundupkan saja ke Indonesia," kata Nina.
Sebelumnya, Nina sempat membuat surat kepada Presiden Indonesia, Joko Widodo, terkait masalah impor plastik.
Dalam surat itu, Nina mengatakan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Eropa kerap menyelundupkan sampah plastik mereka ke sampah kertas yang diimpor Indonesia.
"Desa Bangun, Mojokerto menjadi tempat pembuangan sampah plastik import terbesar di Jawa Timur. Para penduduk desa memilah sampah plastik impor, yang laku dijual dan yang tidak laku dijual," ujarnya.
Menurut Nina, pemilahan sampah plastik ini berdampak pada sungai di desanya. Sampah plastik harus dicuci bersih dan limbah hasil pencuciannya mengalir ke sungai. Ini menyebabkan sungai tercemar dan berdampak pada matinya ikan-ikan di sana.
Tak hanya itu, limbah plastik juga berpotensi melepaskan mikroplastik berukuran kurang dari 5 mm. Bukan tidak mungkin, mikroplastik itu masuk ke tubuh manusia.
"Jika ada mikroplastik di sungai, ikan-ikan akan terkontaminasi dan ikan tersebut kita makan, mikroplastik bisa menyebabkan penyakit serius pada manusia," kata Nina. [rsy]