Di tengah
suasana Pilpres 2019 yang memang panas, dengan hanya ada dua kandidat di sana,
pementasan Ratna Sarumpaet tadi --yang mengaku mengalami penganiayaan sadis
hingga mukanya tak berbentuk-- secara otomatis menjadi semacam atraksi politik.
Tanpa
dinyatakan secara eksplisit pun, momen itu dimanfaatkan banyak pihak, terutama
yang sekubu dengan Ratna Sarumpaet dalam pilihan politiknya, untuk menyudutkan
kompetitornya di panggung Pilpres 2019.
Baca Juga:
HRS Sebut ‘Negara Darurat Kebohongan’, Pengacara: Itu Dakwah
Minus
penelusuran mendalam, hanya dengan mengandalkan rasa percaya terhadap reputasi
Ratna Sarumpaet, rombongan tokoh nasional kahot pun menggelar konferensi pers,
lalu menyampaikan berbagai insinuasi yang sarat tendensi untuk melemahkan lawan
politik mereka, yang kebetulan merupakan petahana.
Tiba-tiba
saja, hanya dalam hitungan hari, situasi itu berbalik. Sebuah skenario besar
terbongkar. Ratna Sarumpaet terbukti berdusta. Ngarang cerita. Lalu minta maaf,
dengan deraian airmata. Operasi muka ngaku dianiaya.
Bukan
mustahil, momentum itu --sedikit-banyak-- ikut berpengaruh terhadap
kredibilitas Prabowo Subianto di mata para calon pemilihnya.
Baca Juga:
Habib Rizieq Bebas, Ini Respon Pecinta HRS di Majalengka
Memang,
belum tentu juga ulah Ratna Sarumpaet itu menjadi satu-satunya faktor yang
menyebabkan kekalahan Prabowo pada Pilpres 2019. Tetapi, setidaknya, ada fakta
yang tak terbantahkan bahwa Ratna Sarumpaet adalah "orang yang salah" dalam
gerbong Prabowo.
Kembali ke
perkara Polri vs FPI. Siapa yang berbohong?
Pada
skandal Ratna Sarumpaet, hanya ada satu pihak yang gencar menggelar konferensi
pers sebelum faktanya terbongkar. Sementara pihak yang satunya lagi sibuk
"bekerja" memburu fakta.