“Saya kira semua komponen harus terlibat, semua lini dari semua lapisan masyarakat harus terlibat, dan kebijakan pentahelix yang digagas BNPT ini bisa mempersempit ruang bagi pemikiran radikal ini agar tidak tumbuh subur di tengah masyarakat,” ujarnya.
Konsep pentahelix adalah penanggulangan ideologi radikalisme dan terorisme dental kerja sama dan kolaborasi secara multipihak yang melibatkan unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat, komunitas, media hingga pelaku seni.
Baca Juga:
Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Papua Barat Daya, Ini Peran Kesbangpol dan FKPT
Dia menilai dalam penguatan kebijakan pentahelix perlu diperkuat juga dengan menumbuhkan semangat dan nilai-nilai kepada seluruh jajaran komponen dan pemangku kepentingan terkait.
“Pertama, perlu ditanamkan keilmuan yang mumpuni. Sehingga pemahaman itu bisa maksimal untuk nantinya disampaikan oleh stakeholder (pemangku kepentingan) kepada masyarakat. Harus memiliki kemampuan yang baik tentang literasi agama,” terangnya.
Kedua, menumbukan kesadaran bahwa masyarakat Indonesia ini adalah satu yaitu sebagai bangsa Indonesia dengan segala keragaman dan kebhinekaan yang dipersatukan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta kebudayaan yang khas.
Baca Juga:
Tangkal Paham Radikal dan Teroris, BNPT Bentuk FKPT di Papua Barat Daya
“Kita punya ideologi Pancasila, hidup dalam kebhinekaan, kita punya UUD 1945 dan budaya yang khas. Inilah yang harus dipahamkan dan diperkuat oleh kita semuanya,” tegas dia.
Di samping itu, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) ini juga menekankan pentingnya penanaman moderasi beragama demi memperkuat ketahanan bangsa dari ideologi transnasional yang mengancam.
“Kalau pemahaman moderasi beragama kuat dan ditopang dengan nilai kebangsaan dan budaya ya tentu semakin kuatlah kita sebagai orang Indonesia,” ujarSekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel ini.