WahanaNews.co | Direktur Community of
Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, mengakui adanya operasi intelijen untuk menciptakan suatu
kondisi.
Namun,
menurutnya, operasi semacam ini sulit ditemukan bukti kebenarannya.
Baca Juga:
Hentikan Angkara Murka Bom Bunuh Diri
Hal itu disampaikan Harits guna
menanggapi isu yang berkembang di masyarakat bahwa kasus bom bunuh diri di Makassar, Sulawesi
Selatan, diduga merupakan upaya pengalihan isu.
"Dalam beberapa kasus memang ada
operasi cipta kondisi. Itu dilakukan, tapi tidak mudah diungkap, kecuali agen yang infiltrasi (ke
kelompok teroris) ngaku," kata Harits pada wartawan, Senin
(29/3/2021).
Harits mendasari asumsinya karena
meyakini sudah ada agen pemerintah, baik dari Kepolisian atau BIN, yang menyusup atau infiltrasi ke kelompok-kelompok teroris.
Baca Juga:
Pelaku Bom Bunuh Diri di Makassar Akrab dengan Warga dan Sabar
Hanya saja, para agen yang melakukan
infiltrasi sudah pasti menutup rapat identitasnya demi kerahasiaan operasinya.
"Ini fakta, cuma susah diungkap. Tidak akan ngaku," ujar Harits.
Harits menyebut, para agen itu
cenderung akan kumpul dengan orang-orang yang terkait jaringan teroris sebelum
infiltrasi.
Nantinya, subjek infiltrasi bisa
mendapat order untuk lakukan agitasi atau pengkondisian orang yang sudah dia
bina untuk didorong lakukan aksi teror dalam kondisi tertentu.
"Apakah tiap aksi selalu
inisiatif murni mereka? Itu yang tidak mudah diungkap. Tapi dalam dunia
intelijen ini hal yang sangat niscaya," ucap Harits.
Walau demikian, Harits menilai,
kelompok teroris pastinya memberlakukan seleksi guna mencegah masuknya agen
penyusup.
Kelompok teroris menyadari bahaya
penyusup.
"Mereka sadar ada yang coba
infiltrasi. Biasanya mereka (agen) tunjukkan diri lebih keras agar kelihatan
lebih militan," sebut Harits.
Polri mengungkapkan, pelaku bom bunuh
diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (29/3/2021), merupakan anggota kelompok JAD.
Pelaku pengeboman dua orang, terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.
Dari data yang diperoleh, polisi juga mengonfirmasi keduanya adalah pasangan suami-istri (pasutri) yang baru menikah enam bulan.
Dalam aksi teror itu, kedua pelaku
tewas.
Adapun 20 orang terluka akibat
peristiwa tersebut. Mereka di antaranya merupakan masyarakat dan petugas
keamanan gereja. [dhn]