Menurut
dia, untuk melihat tingkat keparahan suatu pandemi, ada sejumlah hal yang harus
diperhatiakan, yaitu kasus harian,positivity
ratedan angka reproduksi Covid-19 pada indikator awalnya.
Selanjutnya,
tingkat keterisian tempat tidur ataubed
occupancy rate(BOR) dan angka kematian untuk indikator akhirnya.
Baca Juga:
Resmikan Bandara Dhoho Kediri, Luhut: Bandara Pertama yang Dibangun Tanpa APBN
"Untuk
menilai performa pengendalian Covid-19 baik, terkendali, atau tidak, itu
daripositivity ratedan
indikator akhir, yaitu angka kematian. Nah dua ini wajib ada, kalau tidak
ada, ya kita kehilangan. Ibarat mobil kehilangan spion," ujarnya.
Oleh
karenanya, menurut Dicky, penumpukan data angka kematian mestinya tidak menjadi
alasan bagi pemerintah untuk tidak menggunakannya sebagai indikator.
Sebab,
kata dia, kasus harian Covid-19 sebenarnya juga bertumpuk dan tidakreal time.
Baca Juga:
Luhut Pandjaitan: Pabrik di Jakarta Dipasang Sensor Deteksi Gas Kurangi Polusi Udara
"Alasannya
karena sengkarut data, ya tidak bisa ya, karena bicara angka kasus harian saja itu
sengkarutnya banyak, baik dari sisi tes itu tidakreal time(tapi) tetap ada, tes itu kan bukan yang hari itu, tapi beberapa hari," ucap Dicky. [qnt]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.