WAHANANEWS.CO, Tangerang - Maun (55), seorang nelayan asal Desa Tanjung Pasir, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten, menolak tuduhan bahwa pagar laut di perairan Tangerang dipasang oleh para nelayan.
Menurutnya, tuduhan tersebut tidak masuk akal karena keberadaan pagar justru menghalangi aktivitas melaut mereka.
Baca Juga:
Soal Pagar Laut Misterius Membentang 30 Km di Perairan Tangerang, KKP Buka Suara
"Sebagai nelayan, kami dirugikan. Jalur kami tertutup, membuat kami kesulitan melaut. Mana mungkin kami memasang sesuatu yang menyusahkan diri sendiri?" ujar Maun, melansir Republika, Selasa (14/1/2025).
"Bambu itu mahal, panjangnya puluhan kilometer.
Nelayan mana sanggup beli, apalagi memasangnya. Waktu kami lebih baik digunakan untuk melaut, jadi jelas itu tidak mungkin," tambahnya.
Baca Juga:
Aneh dan Misterius! Pemerintah Tidak Tahu Siapa yang Bangun Pagar 30 Km di Laut Tangerang
Maun memastikan bahwa nelayan di Tanjung Pasir tidak terlibat dalam pemasangan pagar laut tersebut.
Namun, ia mengakui ada kemungkinan nelayan dari daerah lain yang ikut serta, terutama karena cuaca buruk yang membuat mereka sulit melaut.
"Kalau di sini tidak ada nelayan yang pasang, justru kami meminta solusi agar pagar ini tidak menghalangi kami untuk melaut," jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa pihak yang terlibat dalam pemasangan pagar laut itu kemungkinan berasal dari perangkat desa, seperti RT atau RW setempat.
"Yang menancapkan itu pegawai desa, termasuk RT dan RW," katanya.
Terkait klaim bahwa pagar laut dapat mencegah abrasi, Maun dengan tegas menyebut hal itu sebagai kebohongan. Ia mengatakan masyarakat kini sudah cerdas dan tidak mudah dibodohi.
"Kalau benar mencegah abrasi, suruh yang bilang datang ke Tanjung Pasir dan bertemu langsung dengan nelayan," ujarnya. "Pagar itu pasti roboh kena ombak, apalagi kalau ada rob. Jadi, itu omong kosong," tambah Maun.
Nano (60), nelayan lainnya, juga menyampaikan pandangan serupa. Ia pernah meminta agar pagar laut tidak menghalangi jalur melaut nelayan ketika pertama kali dipasang.
Namun, ia menegaskan bahwa protes itu bukan untuk menolak pagar laut sepenuhnya, melainkan untuk memperjuangkan jalur melaut yang aman bagi nelayan.
"Sebagai nelayan, jalur melaut itu nyawa kami. Waktu itu kami protes karena jalur kapal yang disediakan terlalu dangkal. Kalau kapal nyangkut dan kena ombak, bisa terbalik. Itu sangat berbahaya," pungkas Nano.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]