WahanaNews.co | Salah
seorang epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health
Griffith University, Australia, Dicky Budiman menyarankan pemerintah bukan
hanya melakukan implementasi tapi juga melakukan pengawasan dalam penyesuaian
tarif PCR.
Menurutnya, Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang menyediakan tes
PCR sudah cukup meraup keuntungan dari keleluasaan menentukan harga tarif.
Baca Juga:
Meski Sudah Vaksin, Masyarakat Waspadai Covid-10 Varian Arcturus
"Kkemarin-kemarin sudah relatif mendapat keleluasaan
sehingga ini pun yang disampaikan pemerintah ini saya kira sudah memberi ada
ruang, tidak rugi lah," kata Dicky, Rabu (18/8/2021).
Karena itu, Dinas Kesehatan mesti memonitor secara ketat
agar tidak ada penyedia tes yang melanggar aturan tersebut. Bila ada yang
melanggar aturan itu, pemerintah mesti memberikan hukuman berupa sanksi
administrasi.
"Saya kira ya kalau ada yang melanggar, mudah-mudahan
bisa disanksilah ya, bukan pidana ya, bisa pengukuhan sementara izinnya,
ditegur dan tindakan administratif lainnya," kata dia.
Baca Juga:
Korban Keracunan Obat Muncul Lagi, Epidemiolog: BPOM Harus Bertindak
Dia mengatakan bahwa kebijakan pemerintah yang menurunkan
batas maksimal harga PCR tersebut sudah dalam batas normal dan relatif lebih
banyak masyarakat yang dapat menjangkau layanan itu.
Menurut dia, harga suatu tes PCR dipengaruhi oleh banyak
faktor, yakni bahan baku, riset, dan biaya pengembangannya.
"Kita nggak bisa memaksakan sama banget dengan India,
berat. Satu, jasa dari orangnya juga murah banget India tuh, kemudian terutama
nih yang gak bisa kita samain tuh karena "reagen" atau komponen lain banyak
yang sudah dibuat domestik dan lokal," katanya.